REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi ditempatkan di Badan Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) setelah mengundurkan diri sebagai wali kota, Senin (25/4).
"Surat pemberhentian Pak Rustam sudah ditandatangani Pak Gubernur kemarin sore (Selasa, 26/4) dan per hari ini sudah kami kirim ke kantor kepegawaian kota. Mulai hari ini Pak Rustam sudah tidak lagi menjadi wali kota sesuai Surat Keputusan Gubernur dan beliau di Badan Diklat sebagai staf," kata Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta Agus Suradika, Rabu (27/4).
Penugasan di Badan Diklat selanjutnya akan diberikan oleh Kepala Badan Diklat. Namun, Agus enggan membeberkan alasan mundurnya Rustam sebagai Wali Kota Jakarta Utara.
"Enggak ada sama sekali, enggak ada alasannya. Dia hanya bersurat. Tapi sebelum menyampaikan surat kita ada diskusi kecil, saya tanyakan apa perasaannya yang membuat Pak Rustam mau mengundurkan diri," kata Agus.
Rustam yang hanya berujar kinerjanya kurang optimal. Apalagi Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) juga membenarkan hal tersebut. Karena itu, Rustam mengundurkan diri agar Ahok bisa mencari wali kota yang memiliki kinerja yang lebih tinggi.
"Alasan yang secara lisan seperti itu, kemudian ada alasan lain yang sifatnya private dan tidak dan tidak patut untuk saya ungkap di depan publik. Itu menjadi pemahaman kami bersama dan selanjutnya saya mengantarkan beliau ke Pak Gubernur dan menyampaikan pengunduran diri," kata Agus.
Ia mengatakan ketika seseorang mengundurkan diri atau tidak diberikan lagi amanah sebagai pejabat eselon dua memang drastis dari segi pendapatan yang biasanya Rp70 juta sampai Rp75 juta itu sekarang kira-kira jadi Rp12 juta sampai Rp13 juta.
"Tapi saya kira dengan pendapatan ini kalau biasa hidup sederhana saya kira itu cukup untuk kebutuhan keluarga, tapi saya rasa itu sudah dipertimbangkan Pak Rustam," kata Agus.