REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang dengan jumlah Rp 1,7 miliar dari rumah Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi. KPK pun kini masih menyelidiki asal uang tersebut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan masih lakukan penyelidikan apakah uang tersebut berkaitan dengan perkara suap yang menjerat panitera sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) atau bukan.
"Bisa jadi terkait suap, tapi saat ini masih dalam tahap penyelidikan," kata Alexander saat dikonfirmasi, Kamis (28/4).
(Baca juga: KPK Temukan Dolar di Ruang Kerja dan Rumah Nurhadi)
Sebelumnya, KPK mengungkapkan telah menyita uang Rp1,7 miliar dari penggeladahan di rumah Nurhadi. Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati mengatakan uang tersebut terdiri dari berbagai pecahan mata uang asing yakni 37.603 dolar AS (setara Rp496.923.850), 855.800 dolar Singapura (setara Rp837.923.425), 170.000 yen (setara Rp20.244.675), 7.501 riyal Arab Saudi (setara Rp26.433.600), 1.335 euro (setara Rp19.912.555) dan Rp354.300.000. Uang tersebut diduga berkaitan dengan suap terhadap Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam kasus tersebut, KPK juga telah menetapkan dua orang sebagai tersangka yakni Panitera sekretaris PN Jakpus Edy Nasution serta seorang pengusaha sekaligus perantara bernama Doddy Aryanto Supeno. Keduanya ditangkap seusai melakukan transaksi sebesar Rp 50 juta yang merupakan sebagian kecil dari duit yang dijanjikan.
Edy pun disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001, juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1. Sementara itu, Doddy disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001, juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.