REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Islam di Indonesia berduka atas meninggalnya mantan imam besar Masjid Istiqlal KH Ali Mustafa Yaqub.
Semasa hidupnya, Rais Syariyah Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU) periode 2010-2015 ini banyak menghasilkan karya intelektual dalam berbagai bahasa, mulai dari Arab, Indonesia, hingga Inggris. Meski memiliki segudang ilmu, almarhum dikenal sebagai pribadi yang tidak tinggi hati.
"Orangnya rendah hati. Sekalipun dia pakar hadis, jika ketemu saya sama sekali tidak menampakkan ilmunya. Mungkin karena usia saya di atas usianya," ujar mantan ketua umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif kepada Republika.co.id, Kamis (28/4).
Pendiri Maarif Institute ini mengatakan, bangsa Indonesia kehilangan sosok cendekiawan yang rendah hati, cerdas, dan layak menjadi panutan. "Bangsa ini jelas kehilangan sosok manusia serupa ini," kata Syafii.
Keahlian almarhum dalam bidang ilmu hadis diwujudkan dengan mendirikan Pondok Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus-Sunnah di Pisangan Barat, Ciputat, Tangerang Selatan.
Beberapa karya yang pernah ditelurkan almarhum di antaranya 25 Menit Bersama Obama (Masjid Istiqlal Jakarta 2010), Kiblat Menurut al-Quran dan Hadits; Kritik Atas Fatwa MUI No.5/2010 (2011), Cerita dari Maroko (2012), Makan Tak Pernah Kenyang (2012), Ijtihad, Terorisme dan Liberalisme (Bahasa Arab-Indonesia 2012), dan Panduan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar (Hisbah) (Bahasa Arab-Indonesia 2012).
Kini, karya-karya tersebut menjadi peninggalan almarhum. Pagi tadi, sekitar pukul 06.00 WIB, almarhum mengembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit Hermina, Ciputat.