Jumat 29 Apr 2016 13:13 WIB

Komisi I: Media Sosial Jangan Dibawa 'Baper'

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Achmad Syalaby
Anggota Komisi I Fraksi Golkar Tantowi Yahya saat mengikuti rapat kerja (Raker) dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/4).  (Republika/ Rakhmawaty La'lang )
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Anggota Komisi I Fraksi Golkar Tantowi Yahya saat mengikuti rapat kerja (Raker) dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/4). (Republika/ Rakhmawaty La'lang )

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi I DPR Tantowi Yahya mengatakan, hampir semua masyarakat Indonesia sudah masuk dalam dunia media sosial. Masalahnya dalam dunia lain itu, pengguna secara rutin mengunggah status.

Ia mengakui, semakin masyarakat asyik dalam dunia lain, maka waktunya akan semakin habis. Bagi Tantowi, bila masuk dalam dunia lain, pengguna jangan baper atau bawa perasaan. Sebab, dunia ini penuh dengan dinamika. 

"Dalam dunia yang baper itu membuat orang enggan atau trauma dalam menggunakan media sosial. Namun bila kita tidak memakai media sosial, kita dianggap tidak gaul," kata Tantowi dalam acara Bicara Buku, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (29/4).

Pria yang juga menjadi presenter itu menambahkan, setelah masyarakat masuk dalam dunia media sosial, mereka masuk dalam dunia nyata dan tidak nyata. Sebagai seorang politisi, dirinya masuk dalam dua dunia itu sebab diakui isu-isu yang muncul juga banyak berasal dari dunia media sosial.

Menurut Tantowi Yahya, media sosial adalah asset yang bisa kita rangkul. Bila menjadi aset maka media sosial bisa digunakan untuk kepentingan bangsa. Sebagai media yang digunakan jutaan orang, media sosial adalah media yang penuh keterbukaan. 

''Sebagai media yang terbuka, media sosial telah ikut mengakselerasi perkembangan demokrasi di banyak tempat,'' ujarnya. Meski mempunyai sisi positif, Tantowi mengakui , media sosial mempunyai sisi negatif. Bila media sosial digunakan secara keliru hal demikian justru akan membuat demokrasi tersumbat. 

Ia menjelaskan, orang-orang yang baik akan takut maupun trauma jika menggunakan media sosial. Ketika mengunggah status, mereka akan di-bully oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. 

Dicontohkannya, ada seorang pejuang kebenaran di-bully di media sosial saat ia memperjuangkan apa yang diyakini itu. “Untuk itu perlu menggunakan media sosial secara bijak,” ucapnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement