Ahad 01 May 2016 22:30 WIB

Pemerintah Diminta Tetap Pikirkan Empat WNI yang Masih Disandera

Presiden Joko Widodo menjawab pertanyaan wartawan terkait upaya pembebasan WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf Filipina di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/4). (Republika / Wihdan)
Foto: Republika/ Wihdan
Presiden Joko Widodo menjawab pertanyaan wartawan terkait upaya pembebasan WNI yang disandera kelompok Abu Sayyaf Filipina di Istana Negara, Jakarta, Selasa (26/4). (Republika / Wihdan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru besar hukum internasional Universitas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana mengapresiasi keberhasilan membebaskan 10 WNI yang disandera disandera kelompok bersenjata di wilayah perairan Filipina.

Namun, kata Hikmahanto mengingat ada dugaan perusahaan membayar tebusan yang diminta, maka pemerintah perlu bersikap. Pemerintah harus menegaskan tidak melakukan pembayaran apapun kepada para penyandera.

Kalaupun ada pembayaran, hal tersebut dilakukan oleh perusahaan tanpa sepengetahuan pemerintah. "Pemerintah perlu melakukan klarifikasi ini agar publik paham bahwa pemerintah tidak kalah ketika berhadapan dengan para penyandera," katanya di Jakarta, Ahad (1/5).

Hal yang sama perlu disampaikan ke negara-negara yang warganya turut disandera. Hal ini karena tindakan perusahaan yang membayar tebusan akan mempengaruhi upaya negara tersebut dalam membebaskan para warga yang disandera.

"Pemerintah harus tetap memikirkan empat sandera yang belum dibebaskan. Dalam pembebasan sandera ini pemerintah menghadapi dilema jika perusahaan keempat warga ini tidak mau melakukan pembayaran tebusan," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah perlu mengumumkan dan mengimbau agar kapal-kapal berbendera Indonesia ataupun ABK WNI yang bekerja di kapal berbendera asing, tidak melewati jalur-jalur laut yang masih dikuasai oleh kelompok Abu Sayyaf.

Hal ini karena pembayaran dari perusahaan menjadikan kapal berbendera Indonesia atau ABK WNI menjadi sasaran empuk bagi para pemberontak Abu Sayyaf untuk mendapatkan uang tebusan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement