REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan terkait dugaan kunjungan kerja fiktif yang dilakukan anggota DPR harus diungkap. Pengungkapan harus dilakukan secara menyeluruh agar menjadi pelajaran bagi institusinya.
"Temuan tersebut harus diungkap. Karena anggota dewan harus belajar kedisiplinan juga untuk membuat laporan yang benar," katanya di Gedung Nusantara III, Jakarta, Senin (16/5).
Menurut dia, fungsi representasi anggota DPR sudah dimasukkan dalam UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sehingga seharusnya anggota DPR tidak boleh melakukan manipulasi dalam aktivitas representasi tersebut. Fahri mengatakan konsekuensi fungsi representasi itu adalah negara mengalokasikan anggaran bagi anggota DPR untuk bertemu dengan konstituen dan memperbaharui informasi yang terjadi di masyarakat.
(Baca: Soal Kunker Fiktif, Ketua MPR: Kalau Ada Kesalahan Tangkap Saja)
"Jangan sampai ada anggota yang mempergunakan kesempatan ini untuk mengambil uangnya tapi kunjungannya tidak dilakukan, bertemu rakyat tidak dilakukan, lalu membuat laporan-laporan yang fiktif sifatnya," ujarnya.
Fahri mengatakan apabila tindakan kunker fiktif itu terjadi maka tidak bisa dibenarkan karena selain melanggar etika, itu juga menjadi tindakan menyalahgunakan uang negara. Dia meminta untuk menunggu audit BPK secara menyeluruh dan semoga menjadi pembelajaran agar anggota DPR disiplin dalam menjalankan fungsi representasinya kepada masyarakat.
"Kami tunggu saja temuannya. Memang kemarin itu ada keributan membicarakan soal sistem keuangannya, yaitu antar lumpsum dan at cost karena masih ada perdebatan akan hal itu," ujarnya.
Fahri mengatakan beberapa waktu lalu pihaknya pernah berbicara dengan Menteri Keuangan terkait apakah sistem penganggaran yang rinci di PNS bisa sedikit diperbaiki dalam sistem anggota DPR. Dia mencontohkan dirinya kunker ke Dapil dengan mengajak staf selama tiga hari, sebenarnya kena lumpsum namun ternyata masyarakat menginginkan lebih lama.