REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Surabaya memprotes Mendagri terkait pencabutan Perda Minuman Keras (Miras) yang dinilai bertentangan dengan Permendag.
"Itu juga menyalahi ajaran agama bahwa minuman keras merupakan sumber asal dari segala bentuk kejahatan, seperti pembunuhan, kejahatan seksual, kecelakaan, dan narkoba," kata Ketua Tanfiziah PCNU Kota Surabaya Achmad Muhibbin Zuhri, Sabtu (21/5).
Ia menilai pencabutan Peraturan Daerah (Perda) Pelarangan Minuman Keras oleh Mendagri dengan argumentasi menyesuaikan dengan Permendag itu membuktikan bahwa pemerintah kehilangan sensitivitas terhadap persoalan moral-sosial.
"Itu (pencabutan) seolah pemerintah menutup mata terhadap fakta-fakta empirik bahwa minuman keras menjadi sumber berbagai kejahatan dan kerusakan, seperti kasus pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, kecelakaan, dan kejahatan lain yang nyata-nyata terjadi akibat pelakunya dalam pengaruh minuman keras," katanya.
Dalam Islam, khamr (minuman memabukkan) disebut "Ummul Khaba'ith". Menurutnya, bukan Perda Miras yang seharusnya dicabut, tetapi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Keras.
"Harusnya, justru Permendag-lah yang dicabut karena jelas bertentangan dengan berbagai undang-undang, setidaknya Undang-Undang Kesehatan, UU Pangan, dan UU Perlindungan Konsumen. Belum lagi, kalau ditarik ke atas, dengan Pancasila, sila pertama, karena Permendag mengabaikan nilai-nilai moral dari agama apa pun di Indonesia," katanya.
Bahkan, Keputusan MA terhadap judicial review Peraturan Presiden (Perpres) mengenai pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol pun sepertinya diabaikan begitu saja.
"Ada apa pemerintah ini? Bukankah pemerintah tugasnya melindungi warga, atau pemerintah telah menjadi agen kapitalis minuman keras?" katanya.