REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak ingin terburu-buru menetapkan status tersangka pada Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman dalam kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun begitu, KPK memastikan akan ada tersangka baru dalam kasus tersebut.
"Kamu maunya buru-buru (KPK tetapkan Nurhadi sebagai tersangka)? Kan masih mengumpulkan keterangan. Yang pasti akan adalah tersangka lain," kata Ketua KPK, Agus Rahardjo di Jakarta, Kamis (26/5).
KPK juga belum mengetahui lebih jauh terkait temuan uang senilai Rp 1,7 miliar dari rumah Nurhadi. Kendati Nurhadi sudah diperiksa KPK, pemeriksaan tersebut menurut Agus, baru sebatas kroscek terkait dugaan keterlibatan yang bersangkutan.
"Belum ketahuan itu (uang Rp 1,7 miliar dari rumah Nurhadi). Kemaren pemeriksaan dia (Nurhadi) masih sejauh kroscek dugaan (keterlibatannya)," ucap Agus.
Seperti diketahui, KPK melakukan pemeriksaan terhadap Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi Abdurrachman, Selasa (24/5). Ia akan diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengajuan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
KPK memanggil Nurhadi dalam kasus ini lantaran ia dinilai mengetahui perkara-perkara yang berkaitan dengan kasus dugaan suap yang telah menjerat Panitera/Sekretaris Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Edy Nasution dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.
Nurhadi juga telah diminta KPK untuk dicegah berpergian ke luar negeri dalam kurun waktu enam bulan ke depan. Bahkan, ruangan kerjanya di MA dan kediamannya telah digeledah KPK dan ditemukan beberapa dokumen serta uang senilai Rp 1,7 miliar.
Dalam kasus suap PN Jakpus, diketahui KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka pasca operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu (20/4) lalu. Keduanya, yakni Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.