Jumat 27 May 2016 17:50 WIB

DPRD: Ahok Lukai Perasaan Seluruh Pengurus RT dan RW se-Jakarta

Rep: C39/ Red: Bayu Hermawan
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Foto: Republika/Yasin Habibi
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPRD DKI dari Komisi A, Syarif, mengatakan, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) telah melukai perasaan seluruh pengurus RT dan RW se-DKI Jakarta. Sebab, menurut dia, Ahok salah menanggapi emosi dari para pengurus RT dan RW tersebut.

"Ahok melukai perasaan pengurus RT dan RW se-DKI. Yang diinginkan oleh mereka itu bukan boikot, atau dimaknai oleh Ahok itu, 'Dia (pengurus RT dan RW--Red) tidak milih saya (Ahok--Red)'. Jadi, itu hanya dinamika saja dalam dialog kemudian timbul emosi, lalu muncul wacana boikot," katanya kepada Republika.co.id, Jumat (27/5).

Menurut dia, sebenarnya pengurus RT dan RW tersebut bukan ingin memboikot pilkada 2017, mereka hanya mundur dari kepengurusan RT dan RW. Namun, kata dia, Ahok justru mengedepankan narsisisme dengan mengatakan, "Dia (RT dan RW--Red) tidak mau milih saya (Ahok--Red)."

"Yang betul adalah dia, RT dan RW, mengancam mundur dari pengurus RT dan RW, dia mengumpulkan stempel. Jadi, Ahok itu narsis. Siapa lagi yang pilih dia juga. Siapa yang milih dia kan?" katanya.

Selain itu, kata Syarif, Ahok juga berlebihan dalam menanggapi emosi pengurus RT dan RW. "Gak ada boikot, mereka cuma mau mundur dari pengurus RT dan RW kalau SK gubernur tersebut (tentang Qlue--Red) tidak dicabut," ujarnya.

(Baca: Pengurus RT dan RW Ancam Boikot Pilkada, ini Jawaban Ahok)

Sebenarnya, kata Syarif, intinya adalah untuk transparansi dan akuntabilitas keuangan yang dikeluarkan oleh pemda harus dipertanggungjawabkan. "Satu poin itu setuju, setiap uang yang dikeluarkan harus bisa dipertanggungjawabkan. Tapi, disimpulkan oleh mereka, dengan Qlue merupakan bentuk tanggung jawab," katanya.

Namun, menurut Syarif, bentuk tanggung jawab tersebut tidak harus dengan aplikasi Qlue karena masih banyak opsi lainnya. Karena itu, lanjut dia, jangan memaksakan kebijakan tersebut.

"Kalau ingin meminta RT/RW bekerja, tidak harus dengan Qlue, misalnya per hari tiga laporan. Ada yang 10 ribu buat RT, yang 12 ribu itu RW. Yang perlu dipikirkan oleh gubernur itu, cari pengganti instrumennya. Kreatif dikitlah. Itu sudah ditolak, tapi ngotot. Itu bukan pemimpin," tambahnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement