REPUBLIKA.CO.ID, LUMAJANG -- Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengatakan, Presiden telah menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dan merevisi Pasal 81 dan 82 dengan pemberatan dan tambahan hukuman.
“Pro dan kontra sesuatu yang wajar, sebelumnya dilakukan diskursus dan debat publik cukup lama diprakarsai Menko PMK serta Presdien telah mengambil sikap tegas, ” ujar Mensos di Ponpes Ulul Albab Candi Pura, Lumajang, Jawa Timur, Sabtu (28/5).
Namun, kata Mensos, perlu dicatat sikap tegas yang diambil Presiden bukan Perpu Kebiri, melainkan Perpu untuk upaya perlindungan terhadap anak. “Masyarakat perlu cermat memahami, yang dikeluarkan pemerintah itu adalah Perpu untuk perlindungan terhadap anak dan semua pihak patut mendukungnya, tetapi bukan Perpu kebiri, ” ucap Mensos dalam siaran persnya yang diterima Republika.co.id, Ahad (29/5).
Dalam Perpu memang ada pemberatan dan tambahan hukuman bagi pelaku tindak kejahatan seksual. Untuk lebih jelas, Perpu mengamanatkan yanga akan dibreakdown masing-masing melalui Peraturan Pemerintah (PP).“Perpu mengamanatkan yang masing-masing akan dibreakdwon dalam PP terkait teknis pelaksanaan, bagaimana pemberatan hukuman dan tambahan hukuman bagi pelaku tindak kejahatan seksual tersebut,” tegasnya.
Juga, akan dijelaskan terkait proses kebiri kimia, publikasi di area umum, pemasangan alat untuk mendeteksi berupa chip, siapa yang melaksanakan dan melakukan pengawasan di lapangan. “Semuanya akan diatur dan dijelaskan secara detail melalui PP, baik yang terkait dengan kewenangan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) maupun Kementerian Sosial (Kemensos), ” katanya.
Hukuman tambahan, berupa publikasi identitas pelaku, kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi dengan chip yang diikuti proses rehabilitasi terhadap korban, keluarga korban, serta para pelaku.
“Bagi para pelaku yang telah menjalani hukuman dan keluar masih ada kesempatan memiliki keturunan dan tidak berarti memutus masa reproduksi setelah jeda waktu dua tahun, ” katanya.
Untuk pemberatan hukuman, berupa hukuman minimum 10 tahun, hukuman seumur hidup dan hukuman mati, serta semua keputusan dipastikan setelah melalui proses persidangan.“Bagi para pelaku yang telah menjalani proses hukuman, sebelum menghirup udara bebas dan kembali ke tangah masyarakat mereka akan mendapatkan rehabilitasi, ” ujarnya.
Sedangkan untuk draft dari Komisi Nasional (Komnas) Perempuan diharapkan segera dibahas DPR terkait berbagai kasus kejahatan, kekejaman, serta sadism, termasuk upaya perlindungan pemerintah terhadap anak dan perempuan. “Semua elemen harus bergandngan tangan dalam ikhtiar atau upaya perlindungan terhadap anak dan perempuan. Pemberatan dan tambahan hukuman telah diterapkan di berbagai negara, salah satunya di Korea Selatan yang terbukti efketif menekan angka kejahatan seksual, ” harapnya.
“Pemerintah terus melakukan penutupan lokalisasi prostitusi di seluruh Indonesia, sebagai salah satu upaya mengurai permasalahan yang kompleks dalam lingkaran prostitusi, ” ujarnya.