REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Puluhan anak dari sekolah TK ABA As-Salam dan TK Bethesda berkumpul di depan rumah simulasi gempa di halaman Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY, dalam rangka Peringatan 10 Tahun Gempa Yogyakarta, Jawa Tengah, Selasa (31/5).
Ada beberapa anak yang diminta masuk ke rumah simulasi gempa. Di rumah tersebut terjadi goyangan seperti ketika terjadi gempa. Pada kesempatan ini Koordinator Training Arbeiter Samariter Bund (ASB), Rani Sawitri memberi perintah kepada mereka untuk menggunakan penutup kepala yang kebetulan di situ ada helm. Lalu bersembunyi di bawah meja dan tunggu sampai tidak terjadi gempa. Anak-anak pun dengan sigap melaksanakan perintah tersebut.
Setelah gempa dinyatakan berhenti, anak-anak yang ada di dalam rumah simulasi gempa langsung keluar. Ketika ditanya apa yang dirasakan saat terjadi gempa bohongan tadi, ada yang mengatakan takut dan ada juga yang mengatakan senang.
Kegiatan tersebut untuk mengenalkan pengurangan risiko bencana, terutama gempa bumi, sejak awal kepada anak-anak, sehingga dapat mengantisipasi jika terjadi bencana di masa mendatang. Selama ini, bila terjadi gempa bumi, masyarakat apalagi anak-anak selalu lari. "Padahal itu justru akan membahayakan mereka," kata Koordinator Training ASB (Arbeiter Samarter Bund) Rani Sawitri.
Menurut Koordinator Forum Pengurangan Risiko Bencana DIY Rani Ayuhapsari ada sekitar 100 TK-SD yang diundang dalam kegiatan ini. "Kami mulai memperkenalkan kepada anak-anak sekolah untuk belajar mengenai pengurangan risiko bencana. Dan kami ingin mendekatkan dan mengenalkan anak kepada BPBD sebagai SKPD (satuan kerja perangkat daerah) yang memiliki mandat dalam penanggulangan bencana," kata dia.
Pada kesempatan ini, mereka juga melakukan kunjungan belajar di Pusat Pengendalian dan Operasi (Pusdalop) BPBD, serta melihat perlengkapan BPBD yang biasa digunakan di saat kondisi darurat dan lainnya. Selain ada rumah simulasi gempa, juga ada stan pameran tentang rumah tahan bencana dan berbagai alat untuk simulasi pengurangan risiko bencana seperti yang disediakan oleh YAKKUM Emergency Unit.
Menurut Rani, Refleksi 10 Tahun Gempa ini tidak hanya menyampaikan tentang pengurangan risiko terhadap bencana gempa saja, melainkan juga 12 risiko ancaman bencana yang bisa terjadi di DIY. "Kami ingin menyadarkan kepada masyarakat bahwa di DIY ada 12 ancaman bencana. Refleksi 10 tahun gempa ini hanya sebagai entry point karena sebetulnya ada ancaman bencana lain yang juga perlu disadarkan," ujarnya.
Kegiatan yang berlangsung dari pagi hingga malam hari ini diakhiri dengan talk show dengan tema inklusi dalam pengurangan risiko bencana. Pada kesempatan ini juga menghadirkan penyandang disabilitas karena gempa. "Di sini kami belajar bersama mengetahui sejauh mana, bagaimana upayanya untuk bangkit, dan masukan apa yang penting untuk disasar oleh pemerintah dan LSM,’’ kata Rani.