REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram soal pencurian listrik. Fatwa tersebut dinilai kurang efektif mengatasi aksi pencurian listrik yang masih kerap terjadi di Indonesia.
"Law enforcement (penegakan hukum) saja yang diperkuat," ujar Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi kepada Republika.co.id, Rabu (1/6).
Sebelum fatwa tersebut keluar, sudah ada regulasi yang jelas mengatur soal pencurian listrik. Untuk itu, fatwa tersebut dinilai tak akan berpengaruh banyak mengatasi tindak pencurian listrik.
Sanksi terhadap pencuri listrik yang sudah diatur dalam Undang-Undang Kelistrikan harus ditegakkan. "Khususnya pencurian di sektor industri dan bisnis karena nilainya lebih besar," kata Tulus.
MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 17 tahun 2016 tentang pengharaman pencurian listrik. Tak hanya mencuri, segala bentuk dan/atau upaya membiarkan terjadinya pencurian energi hukumnya juga haram. MUI berharap fatwa mampu membantu PLN menjalankan program yang lebih baik kepada masyarakat sehingga warga mendapat listrik legal.
Pencurian listrik merugikan negara dan rakyat. Bahkan bisa membahayakan si pencuri tersebut.
Dalam fatwa tersebut dijelaskan pencurian listrik yang dimaksud adalah pemanfaatan energi listrik yang bukan haknya secara sembunyi, baik dengan menambah Watt, memengaruhi batas daya, mempengaruhi pengukuran energi, dan perbuatan lain yang ilegal. MUI juga memberikan rekomendasi bahwa pemerintah wajib menjamin ketersediaan listrik yang terjangkau bagi masyarakat. Pemerintah pun harus menyosialisasikan larangan dan dampak negatif pemakaian listri secara ilegal, baik dampak ekonomi dan sosial.