REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbeda dengan Asosiasi Pulp & Kertas Indonesia, pengamat masalah lingkungan dari Center for Information and Development Studies (CIDES) M Rudi Wahyono menilai tepat ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31/M-DAG/PER/5/2016 tertanggal 9 Mei 2016 yang mewajibkan impor non bahan berbahaya dan beracun (B3) pemegang persetujuan impor (PI) untuk melampirkan Laporan Hasil Survey (LHS) dari surveyor.
“Harus diingat bahwa Permendag yang mengatur impor Limbah Non B3 sesungguhnya dibuat dalam rangka pengendalian impor Limbah non B3. Pengendalian ini dilakukan dalam rangka mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan, khususnya terhadap lingkungan dan sumber daya alam kita. Hal itu sejalan dengan UU 28 TH 2009 dan PP No. 101 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Limbah Beracun dan Berbahaya dan UU 28 tahun 2009 pasal 69 Tentang Larangan Mengimpor Bahan Terkategori Limbah dan Sampah Yang Mengandung B-3” kata Rudi di kantornya, Jakarta, kemarin.
Oleh sebab itu, lanjut peneliti senior CIDES itu, ketentuan impor wajib mengedepankan ketentuan perundang-undangan yang terkait dengan pelestarian lingkungan. Dengan demikian, jelas Rudi, biaya yang harus dikeluarkan oleh importir merupakan konsekuensi logis manakala bahan baku yang diimpornya termasuk kategori “Limbah atau Sampah”.
Tanggapan Rudi itu disampaikan terkait pernyataan Wakil Ketua Umum Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) Rusli Tan yang menyatakan agar Permendag Nomor 31/M-DAG/PER/5/2016 hanya mempersyaratkan importir Limbah Non B3 memiliki PI dan diperkuat dengan memangkas sejumlah prosedur yang memakan biaya, sehingga berpengaruh pada ongkos produksi industri.
Rusli menyebut salah satu prosedur yang berpengaruh pada ongkos produksi itu adalah adanya rekomendasi dan kewajiban survey yang dilakukan oleh surveyor. “Yang kami harapkan setiap kebijakan semestinya mengurangi biaya produksi agar daya saing meningkat. Tidak perlu ada surveyor,” katanya.
Terkait hal itu, Rudi Wahyono pun mengingatkan bila tujuan Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan adanya kewajiban verifikasi dari Surveyor terhadap impor Limbah Non B3 di negara asal sebelum pengapalan adalahuntuk memastikan kesesuaian dan kebenaran barang yang diimpor. Selain itu juga untuk memastikan bila Limbah Non B3 yang akan diimpor tidak terkontaminasi/tercampur dengan B3 dan/atau Limbah B3 dan/atau sampah sebelum dikapalkan.
Selain itu, lanjut Rudi, kebijakan tersebut dimaksudkan agar tidak terjadi kerusakan lingkungan dan sumber daya alam Indonesia karena Limbah non B3 yang diimpor telah dipastikan bebas B3, Limbah B3, dan sampah.
“Jadi Permendag itu sudah benar, dibuat dalam rangka pengendalian impor Limbah dan Sampah Non B3 guna mengantisipasi dampak negatif yang ditimbulkan terhadap lingkungan,” tegas Rudi.