REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Restorasi Gambut (BRG) menetapkan luas areal yang menjadi prioritas restorasi sepanjang tahun 2016-2020 yakni 2,6 juta hektare (ha). Gambut terdegradasi terindikasi disebabkan kebakaran, pengeringan dan berbagai bentuk pemanfaatan yang salah.
"Telah selesai kita hitung, sebanyak 2,3 juta ha atau 87 persen dari areal prioritas restorasi gambut terdapat di kawasan budidaya, selebihnya sebanyak 13 persen di kawasan lindung," kata Kepala BRG Nazir Foead dalam Media Briefing Paparan peta restorasi gambut dan rencana kerja BRG, Kamis (9/6).
Sebanyak 46 persen lahan gambut, lanjut dia, dibebani izin sah, 41 persen belum teridentifikasi izin dan ada areal masyarakat serta 13 persen kawasan lindung. Di areal restorasi juga terdapat areal masyarakat baik yang dikuasai dengan klaim adat maupun bukan.
Selain itu ada pula areal yang belum jelas status pengusahaannya. Total luas areal jenis tersebut mencapai 1,1 juta ha dengan 200 ribuan hektare berada di kubah gambut. Nazir mengungkapkan, kawasan budidaya perkebunan dan kehutanan di areal gambut mencapai 1,2 juta ha.
"Menariknya, setengah jutaan hektare dari areal konsesi itu ada kubah gambut yang seharusnya menjadi areal yang dilindungi," katanya.
Lebih lanjut Deputi Bidang Perencanaan dan Kerja Sama BRG Budi S Wardhana menguraikan luasan wilayah gambut yang perlu direstorasi per provinsi. Ia di antaranya Riau seluas 939 ribu ha, Kalteng 683 ribu ha, Sumsel 446 ribu ha, Kalbar 324 ribu ha, Jambi 137 ribu ha, Papua 82 ribu ha dan Kalsel 68 ribu ha.
"Pemanfaatan gambut di areal budidaya terbanyak dilakukan oleh pemegang izin konsesi kehutanan dan perkebunan kelapa sawit," kata dia.