REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dan Cina lagi-lagi bersitegang soal perbatasan wilayah laut setelah Negeri Tirai Bambu tersebut keberatan dengan penembakan yang dilakukan TNI AL terhadap kapal nelayan mereka.
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah saat ini tengah mencari opsi-opsi penyelesaian masalah sambil berdiskusi dengan para ahli.
"Kita mau bicara dulu dengan para ahli hukum laut internasional, bagaimana cara paling elok untuk penyelesainnya," kata Luhut, usai menyampaikan laporan rutinnya pada Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Senin (20/6).
Menurut Luhut, Indonesia dan Cina harusnya tak memiliki alasan untuk memperdebatkan batas laut kedua negara. Sebab, posisi Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia sudah sangat jelas. Karenanya, pemerintah menolak mengakui adanya zona tangkap ikan tradisional (traditional fishing zone) seperti yang diklaim Cina.
Luhut sendiri berpendapat bahwa pemerintah tak perlu menanggapi protes Cina. Sebab, dia meyakini TNI AL sudah bertindak sesuai aturan. Kendati demikian, dia mengatakan perlu ada satu solusi permanen untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali.
"Cari solusi baik-baik lah tanpa mengorbankan kedaulatan negara. Kita ini kan tetangga dan punya hubunga baik. Kita enggak mau ribut dengan Cina," kata Luhut.
Seperti diketahui, Cina menyebut bahwa TNI AL telah melakukan penembakan pada kapal nelayan mereka. Pemerintah Cina secara resmi telah melayangkan surat protesnya atas insiden yang mereka klaim terjadi di zona penangkapan ikan tradisional (traditional fishing zone) Cina.
Sementara itu, Indonesia sendiri berkeyakinan nelayan Cina telah mencuri ikan di perairan Indonesia. Pemerintah menolak mengakui adanya zona tangkap tradisional seperti yang disebut Negeri Tirai Bambu tersebut.