REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa mantan anggota Teman Ahok buka-bukaan soal cara pengumpulan kartu tanda penduduk (KTP) untuk Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Hal ini dilakukan lantaran munculnya pemberitaan terkait adanya aliran dana korupsi ke Teman Ahok.
"Saya ini agak terganggu dengan pemberitaan juga ada (dana korupsi). Kalau begitu saya bagian daripada konspirasi Teman Ahok," kata salah satu mantan anggota Teman Ahok, Ricard Sukarno, di Jakarta, Rabu (22/6).
Ricard termasuk orang yang direkrut oleh Teman Ahok dengan surat tugas pengumpulan KTP untuk Ahok maju melalui jalur independen. Sampai saat ini, identitas mereka masih tercantum dalam situs resmi Teman Ahok, www.temanahok.com. Ia mengaku sudah dari awal mencurigai ketidakberesan dalam pengumpulan KTP tersebut.
"Dari awal saya sudah curiga, ini pembodohan, ini pembohongan. Teman Ahok tidak benar, karena memang saya lihat dari pergerakan kita itu. Kalau kita teliti pembiayaan itu, bohong yang dibuat," jelasnya.
Ricard mengatakan, jika dirinya dianggap sebagai relawan, seharusnya Teman Ahok transparan dalam keuangan dan tidak memaksanya untuk membayar target tertentu dengan bayaran tertentu.
"Karena memang dikejar target Teman Ahok, dan Teman Ahok itu pembiayaan. Tiba-tiba ramai pemberitaan dana reklamasi, saya tidak mau menjadi bagian dari konspirasi ini," jelas dia
Sebagai penanggung jawab kelurahan, Ricard dibayar per 140 KTP per minggu sebesar Rp 500 ribu atau Rp 2 juta per minggu. Jika mencapai target 140 x 4 minggu, yaitu 560 KTP, maka dia diberikan bonus Rp 500 ribu.
"Kalau Teman Ahok bilang pengeluaran mereka untuk pengumpulan KTP hanya Rp 2,5 miliar atau Rp 5 miliar, itu tidak benar," katanya.