Kamis 23 Jun 2016 16:08 WIB

Gubernur Riau Takjub dengan Singkong Raksasa

Red: Ilham
Singkong (ilustrasi)
Foto: naturepride
Singkong (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman dikejutkan dengan singkong raksasa yang beratnya lebih dari satu kuintal. Singkong ini hasil budidaya petani Kota Pekanbaru.

"Wah, ini singkong besar sekali dari mana asalnya? Hebat kalau ini hasil dari petani kita," kata Arsyadjuliandi Rachman saat melihat singkong raksasa saat pasar murah di halaman Kantor Gubernur Riau, di Pekanbaru, Kamis (23/6).

Singkong raksasa tersebut adalah hasil budidaya dari Gabungan Kelompok Tani Palas Sejahtera, Pekanbaru. Mereka ikut serta dalam pasar murah itu untuk menjajakan produk turunan dari ubi jalar tersebut serta sayur-sayuran segar. Ketua Gapoktan Palas Sejahtera, Awaldi Hasibuan mengatakan, butuh empat orang untuk memanen singkong raksasa yang beratnya mencapai 160 kilogram itu.

"Karena ini untuk keperluan pameran, maka pemanennya menggali umbinya secara utuh. Butuh empat orang selama tiga jam untuk memanen singkong ini," katanya.

Ia mengatakan, kelompok tani tersebut merintis budidaya singkong sejak 2009 dengan teknik persilangan antara bibit lokal yang disebut "menggaloh" dan bibit unggul Adira 4 dari Bogor, Jawa Barat. Kelompok tani ini merupakan binaan dari Dinas Pertanian Kota Pekanbaru.

Pada luas lahan sekira satu hektare, mereka mengkombinasikan penanaman singkong raksasa dengan singkong ukuran normal. Dengan teknik persilangan dan perawatan khusus, lanjutnya, umbi singkong saat dipanen usia 11 bulan rata-rata bisa mencapai berat 160 kilogram sedangkan umbi normal hanya 30 kilogram.

Ukuran umbinya bisa sepanjang 1,5 meter sebesar paha orang dewasa, sedangkan tinggi pohonnya bisa mencapai tiga meter. Biaya produksi singkong raksasa hanya Rp 20 ribu per batang. Dengan harga jual Rp 180 ribu untuk satu umbi besarnya, maka petani sudah mendapat untung Rp 160 ribu per batang.

"Ada perlakuan khusus sehingga bisa sebesar ini, salah satunya penggunaan pupuk organik," ujarnya.

Ia mengatakan, kini kelompok tani itu membudidaya 400 batang singkong raksasa dan sisanya singkong ukuran normal. Menurut dia, produksi per hektare lahan itu mencapai 70 ton saat panen. "Mulai tahun 2013 kami mendapat bantuan lagi dari Dinas Pertanian Kota Pekanbaru untuk membuat pabrik kecil untuk pembuatan tepung singkong yang bisa memproduksi dua ton per minggu," ujarnya.

Berbagai produk turunannya juga dihasilkan dari budidaya singkong, diantaranya seperti kue khas Pekanbaru bolu kemojo, keripik, dan brownies. Sementara itu, tepung yang dihasilkan merupakan modifikasi dengan cara fermentasi untuk mengurangi kadar sianida, yang diberi nama "mocaf".

"Tepung Mocaf ini diminati sampai ke Kota Medan dan Jambi. Kata pembelinya untuk campuran kue, supaya rasanya lebih kenyal," ujarnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement