Selasa 28 Jun 2016 16:26 WIB

Satgas Penanganan Vaksin Palsu Resmi Dibentuk

Vaksin palsu (ilustrasi)
Foto: Republika/Mardiah
Vaksin palsu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Penanganan Vaksin Palsu resmi dibentuk untuk menangani kasus praktik peredaran vaksin palsu untuk bayi.

"Satgas ini akan bekerja secepatnya, langsung turun ke lapangan. Satgas juga bekerja sama dengan penyidik kewilayahan dan polda," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus, Brigjen Agung Setya Imam Effendi usai pertemuan antara Bareskrim Polri dan instansi terkait, Selasa (28/6).

Selain untuk mengusut kasus vaksin palsu dari segi penegakan hukum, satgas ini juga bertugas memeriksa sampel vaksin di laboratorium, mengidentifikasi lokasi sebaran vaksin palsu, dan meneliti dampak kesehatan bayi yang disuntik vaksin palsu.

"Kami harap pengusutan (kasus) vaksin palsu bisa dituntaskan segera dengan adanya satgas ini," katanya.

(Baca juga: YPPKI Pernah Temui Vaksin Palsu dari Kemenkes)

Agung mengatakan hingga saat ini ada 16 tersangka yang diamankan dalam kasus praktik peredaran vaksin palsu. Terbaru, polisi menangkap tersangka R (laki-laki) di Jakarta Timur. Ia berperan sebagai distributor vaksin palsu di Jakarta.

Jenderal bintang satu itu menambahkan bahwa tersangka R merupakan jaringan tersangka M dan T yang telah lebih dulu ditangkap di Semarang, Jawa Tengah. Dalam kasus ini, diketahui ada empat komplotan pembuat vaksin palsu yakni?tersangka P (ditangkap di Puri Hijau Bintaro), tersangka HS (ditangkap di Jalan Serma Hasyim Bekasi Timur), tersangka H dan istrinya R (ditangkap di Kemang Regency) serta tersangka M dan T (ditangkap di Semarang).

Dari usaha vaksin palsu, terungkap bahwa produsen vaksin bisa memperoleh keuntungan hingga Rp25 juta per minggu. Sementara pihak distributor meraup keuntungan Rp20 juta per minggu.

Agung mengatakan vaksin-vaksin palsu itu didistribusikan di Jabodetabek, Banten, Jawa Barat, Semarang (Jawa Tengah), Yogyakarta dan Medan (Sumatera Utara).

"Mereka (para pelaku) sudah menggeluti usaha ini sejak tahun 2003," katanya.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 197 UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar dan Pasal 62 Jo Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

sumber : antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement