REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Kalangan pelaku usaha mengapresiasi langkah pemerintah membentuk Kelompok Kerja (Pokja) Percepatan dan Efektivitas implementasi 12 Paket Kebijakan Ekonomi untuk mendorong pertumbuhan serta arus masuk investasi ke dalam negeri.
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan, Pokja ditantang untuk memastikan implementasi 12 Paket Kebijakan yang digulirkan sejak 9 September hingga 28 April 2016 agar sesuai dengan yang diharapkan semua pihak. "Sebenarnya, ini diukur seberapa jauh Pokja mempercepat efektivitasnya. Kadin juga memberikan masukan tentang sejumlah hal yang belum sempurna, belum berjalan, serta belum adanya payung hukum. Kemudian, terganjal di mana, apakah di Kementerian atau BUMN," kata Rosan di Jakarta, Selasa (28/6).
Satgas yang dibentuk berdasarkan Keputusan Menko Perekonomian Nomor 80 Tahun 2016 terdiri atas empat Pokja yaitu Pokja I yang dipimpin Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong, bertugas mengampanyekan dan mendiseminasikan kebijakan. Pokja II dipimpin Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki yang menangani percepatan dan penuntasan regulasi.
Selanjutnya Pokja III yang dipimpin Deputi Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara bertugas mengevaluasi dan menganalisa dampak penerapan ke-12 Paket Kebijakan, dan Pokja IV yang dipimpin Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly bertugas untuk menangani dan menyelesaikan kasus.
Rosan berpendapat, keberadaan keempat Pokja sangat penting bagi dunia usaha, khususnya dalam mendorong arus masuk perdagangan, investasi, dan daya saing Indonesia di pentas internasional.
"Sebenarnya, 12 Paket Kebijakan Ekonomi ini adalah bagian kecil dari seluruh kebijakan pemerintah di bidang ekonomi," katanya.
Konsistensi Pokja menyelesaikan masalah deregulasi akan membantu upaya pemerintah mengundang arus masuk investasi asing maupun lokal untuk mengerjakan berbagai proyek di negeri ini. "Kadin mengharapkan Pokja ini bisa menyelesaikan "bottleneck" secara cepat, termasuk menyiapkan payung hukum untuk mencegah terjadinya sengketa," katanya.
Ia mengaku, selama ini bottleneck yang ada pada 12 Paket Kebijakan Ekonomi belum diselesaikan, khususnya menyangkut payung hukum. "Itu ternyata belum jalan. Belum ada Peraturan Presiden dan belum ada Peraturan Menteri. Payung hukum diperlukan untuk mencegah terjadinya sengketa. Sebab, perlu disosialisasikan kepada masyarakat internasional maupun masyarakat kita. Regulasi apa saja yang harus disempurnakan," kata Rosan.