REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi mengatakan aksi radikalisme dan terorisme oleh kelompok-kelompok agama tertentu tidak benar-benar muncul di Indonesia.
"Begitu juga, hubungan antar agama di Indonesia terjalin secara harmonis, termasuk antar budaya dan adat istiadat dalam kerangka Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi satu)," ujarnya dalam Dialog Indonesia-Uni Eropa tentang Hak Asasi Manusia di Brussels, Belgia.
Dalam informasi tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, Hasyim Muzadi menyatakan bahwa kekerasan, ekstremisme dan terorisme mulai muncul di Indonesia setelah tragedi gedung kembar World Trade Center (WTC) di New York, AS, pada 11 September 2001.
Hasyim mengatakan bahwa proses reformasi di Indonesia yang didukung keterbukaan juga menyebabkan masuknya gerakan radikal dan ekstrimis di negara ini.
"Oleh karena itu, Indonesia bukanlah bangsa yang radikal dan sarang teroris tetapi pada kenyataannya, juga sebagai korban dari peringkatan pengaruh global radikalisme dan terorisme," katanya.
Hasyim Muzadi yang juga menjabat sebagai Dewan Penasehat Presiden RI mengatakan bahwa Indonesia tidak bisa melarang ideologi radikal karena proses demokratisasi di negeri ini.
Menurutnya sebelum masuknya ideologi agama transnasionalisme yang membawa sistem politik negara asing, sebagian besar umat Islam di Indonesia menganut ideologi Islam moderat yang disebut "Ahli sunnah wal jamaah" yang terkonsolidasi dengan sistem negara yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Muzadi mendesak Indonesia dan masyarakat internasional untuk merumuskan solusi umum untuk melawan kekerasan, radikalisme dan terorisme.
"Beberapa langkah yang dilakukan Indonesia untuk menghadapi masalah tersebut adalah dengan menjalankan gerakan anti-radikalisme untuk meningkatkan kesadaran di setiap bagian dari masyarakat. Masalah yang paling rawan adalah kesalahpahaman dan penyalahgunaan agama. Agama ditujukan untuk kebaikan seluruh umat manusia, tetapi mereka telah berubah menjadi bencana kemanusiaan," tegasnya.
Hasyim juga menambahkan bahwa jika pendekatan ideologis dan hukum tidak bisa menghentikan gerakan radikal, maka tindakan untuk menekan terorisme harus diambil melalui pendekatan keamanan.