REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Pengamat Hukum dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, NTT, Aloysius Sukarda menilai peredaran vaksin palsu tak berbeda dengan peredaran Narkoba. Sebab keduanya sama-sama membahayakan generasi muda Indonesia.
"Peredaran vaksin palsu ini tidak jauh berbeda dengan penyebaran narkoba yang tidak lain dapat membunuh generasi muda kita secara perlahan," katanya di Kupang, Kamis (7/7).
Sampai dengan saat ini Bareskrim Polri telah menangkap 17 tersangka yang telah diduga terlibat langsung dalam penyebaran vaksin palsu tersebut. Aloysius mengatakan pemerintah khususnya pihak kepolisian harus mengusut tuntas kasus tersebut, sehingga penyebarannya tidak sampai ke daerah-daerah lain di Indonesia salah satunya adalah di NTT.
"Secara hukum, para tersangka yang telah ditangkap itu jika memang terbukti harus diberikan hukuman secara tegas. Karena ini menyangkut nyawa seseorang," tegasnya.
Ia juga meminta kepada pemerintah provinsi NTT, mulai dari dinas kesehatan, Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) NTT serta dinas perdagangan di provinsi berbasis kepulauan itu untuk mencari dan menelusuri penyebaran dari pada vaksin palsu tersebut di NTT.
Aloysius sendiri menilai bahwa, berhasil menyebarnya vaksin palsu tersebut akibat kurang adanya pengawasan dari Kementerian Kesehatan terhadap peredaran obat-obatan di Indonesia.