REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah bakal memakai rumus baru untuk menentukan harga minyak Indonesia atau ICP (Indonesia Crude Price) per Juli ini. Langkah ini diambil setelah formula ICP yang lama dianggap memiliki jarak cukup besar dengan harga minyak mentah internasional jenis West Texas Intermediate (WTI) dan Brent. Akibatnya, keuntungan yang didapat dari penjualan minyak dalam negeri tidak begitu menguntungkan.
Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja mengatakan, perubahan formulasi ICP diharapkan akan membawa angka publikasi ICP lebih mendekati publikasi harga minyak dunia. Ia menyebutkan, ICP nantinya bakal mengacu pada data Brent dan ditambah variabel alpha yang didapat dari publikasi RIM dan Platts.
"Juli ini mulai berlaku Brent plus alpha, berdasarkan publikasi RIM, Platts dan evaluasi tiap bulan. Agar harga minyak kita tetap realistis tiap bulan," kata Wiratmaja, Rabu (20/7).
Wiratmaja mengaku rencana ini sudah disetujui oleh Menteri ESDM dan akan berlaku untuk ICP Juni. Ia menjelaskan pembentukan ICP dibuat fleksibel dengan mengacu pada harga minyak mentah Brent, tanpa mengabaikan Platts dan RIM yang harganya sesuai dengan kondisi yang ada. Dengan begitu acuannya akan berubah setiap bulan. Perubahan acuan formula tersebut agar ICP mengikuti kondisi pasar minyak.
"Jadi bulan ini kayak gimana formulanya. Bulan depan bagaimana, di-adjust dengan harga rata-rata minyak dunia. Kalau terlalu rendah penerimaan kurang, tapi kalau terlalu tinggi nggak ada yang beli," kata Wiratmaja.
Sebagai informasi, sejak 2007 lalu formula ICP tidak mengalami perubahan di mana harga minyak Indonesia mengacu pada patokan harga minyak RIM dan Platts. Porsi hitungannya, pembentukan ICP didapat dari komposisi 50 persen RIM dan 50 persen Platts.