REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muslim Cina hendaknya menciptakan ketertiban sosial dan melawan segala aksi "infiltrasi" berkedok agama. Hal tersebut disampaikan Presiden RRC, Xi Jinping saat mengunjungi masjid di bagian barat negeri yang penduduknya didominasi Muslim, seperti dikutip media pemerintah, Kamis (21/7).
Ada sekitar 21 juta Muslim di Cina, mulai dari suku Uighur di Xinjiang, wilayah barat jauh yang menghadapi beberapa kasus kekerasan, sampai suku Hui, banyak dari mereka dipengaruhi etnis Cina (Sinifikasi) dan kelompok etnis lainnya.
Undang-Undang China menjamin kebebasan beragama, tetapi kelompok pegiat hak mengatakan, pejabat Partai Komunis kerap membatasi praktik ibadah, khususnya bagi umat Muslim. Meski demikian, Cina menyangkal tuduhan tersebut.
Xi mengatakan, ibadah yang dilakukan Muslim Cina mesti dilihat sebagai kesatuan masyarakat dan upaya meneruskan tradisi patriotik.
"Agama di negara ini, baik ajaran endemis ataupun kiriman dari luar telah tertanam dalam kehidupan masyarakat China yang umurnya lebih dari lima ribu tahun," kata Xi dalam kunjungannya ke sebuah masjid di ibukota Ningxia, Yinchuan.
"Mereka dapat terus tumbuh saat menanamkan pengaruhnya di sini."
Umat Muslim, dengan demikian, mesti menentang keras seluruh aktivitas penyusup berkedok agama seraya mempromosikan ketertiban agama dan sosial.
Pemerintah Cina mengatakan, aktivitas pegaris keras tengah meningkat, khususnya di Xinjiang, tempat tewasnya ratusan orang akibat kekerasan dalam beberapa tahun terakhir.
Beijing menyalahkan keterlibatan pegaris keras asing yang meningkatkan ketegangan di Xinjiang, seraya mengatakan, sejumlah pembelot hendak mendirikan negara independen bernama Turkistan Timur.
Akan tetapi banyak pegiat hak dan warga terasing meragukan keberadaan kelompok itu di Xinjiang, mengatakan, kerusuhan lebih disebabkan oleh kemarahan suku Uighur akibat kebijakan Cina yang cukup menekan.