Sabtu 23 Jul 2016 16:24 WIB

TNI Sergap Perempuan Diyakini Istri Santoso, Ini Kata Panglima

Rep: Reza Irfa Widodo/ Red: Teguh Firmansyah
Panglima TNI Gatot Nurmantyo
Panglima TNI Gatot Nurmantyo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Alfa Batalyon Infanteri (Yonif) 303 Raider Kostrad yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Tinombala, telah menangkap seorang perempuan yang bernama Jumiatun Muslim alias Atun alias Bunga alias Umi Delima di kawasan hutan di Pegunungan Tambarana, Poso, Sulawesi Tengah, Sabtu (23/7) pagi waktu setempat.

Perempuan itu diduga kuat adalah istri kedua pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT), Santoso alias Abu Wardah, yang tewas dalam kontak senjata, awal pekan lalu.

Penangkapan ini pun dikonfirmasi oleh Panglima TNI, Jenderal TNI, Gatot Nurmantyo. Menurutnya, perempuan tersebut disergap oleh Batalyon 303 Raider Kostrad. Pada saat disergap, perempuan tersebut tidak membawa senjata.

''Karena tidak bersenjata, ya harus hidup. Jadi prinsipnya adalah, TNI tidak boleh menembak orang yang tidak bersenjata,'' tutur Gatot kepada wartawan usai membuka Kejuaran Nasional Kushin Ryu M Karatedo Indonesia (KKI) di OSO Sport Center, Tambun, Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (23/7).

Panglima TNI menjelaskan, dalam setiap operasi apapun, TNI selalu berupaya menegakan Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk saat menyergap perempuan yang diduga istri kedua Santoso tersebut. ''Jadi salah kalo orang mengatakan, TNI tidak tahu HAM, karena dalam operasi apapun juga, TNI selalu  menjunjung tinggi HAM,'' kata mantan Pangkostrad tersebut.

Baca juga, Santoso Tewas, Gubernur: Operasi Tinombala tak Langsung Dibubarkan.

Tidak hanya itu, dalam salah satu standar operating procedure operasi TNI ataupun di dalam setiap perintah operasi, pasti memiliki lembaran hukum. Dalam lembaran hukum itu, kata Panglima, setiap prajurit TNI harus mematuhi ketentuan-ketentuan HAM yang berlaku.

Panglima TNI pun memberi contoh soal keberhasilan prajurit TNI membebaskan sandera pembajakan pesawat Garuda 206 Woyla di Bandara Don Muang, Thailand, pada 1981 silam. Pada saat itu, ujar Gatot, tidak ada satu pun sandera yang menjadi korban.

 ''Tapi justru karena kehatian-hatian jangan sampai melanggar HAM, satu anggota Kopassus jadi korban. Ini bukti yang nyata. Jadi kalau kami, pasti kami memilih (menembak orang) yang benar-benar bersenjata,'' kata Gatot.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement