REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Para petani di daerah didorong untuk mengikuti program asuransi usaha tani padi (AUTP) atau asuransi pertanian. Keikutsertaan dalam asuransi pertanian ini akan melindungi petani dari kerugian akibat bencana alam maupun serangan organisme penganggu tumbuhan (OPT).
Masalah asuransi pertanian ini menjadi salah satu materi sosialisasi mengenai Undang- Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani di Hotel Horison Kota Sukabumi Rabu (27/7). Kegiatan tersebut digelar oleh Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP).
"Program ini baru tahun lalu diterapkan tepatnya pada masa tanam Oktober 2015–Maret 2016," ujar Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron yang menjadi salah satu narasumber sosialisasi kepada wartawan.
Awalnya ungkap Herman, kuota lahan yang akan diasuransikan pada musim tanam 2016 ini dinaikan menjadi tiga juta hektare dari sebelumnya satu juta hektare. Namun, karena masalah keuangan negara dan penyerapan kuota lahan yang diasuransikan masih kurang maka kuotanya tetap satu juta hektare.
Herman menerangkan, dari hasil evaluasi tingkat kesadaran petani untuk mengasuransikan lahan pertanian belum muncul. Meskipun pembayaran preminya sekitar 80 persen ditanggung pemerintah dari nilai premi Rp 180 ribu per hektare per musim. Di mana, petani hanya diwajibkan membayar premi sebesar Rp 36 ribu per hektare per musim tanam.
Sementara pemerintah membayar premi sekitar Rp 144 ribu per hektare per musim tanam.
Herman berharap adanya sosialisasi di daerah dapat memberikan gambaran secara utuh mengenai asuransi pertanian kepada petani. Bahkan, pada 2016 ini asuransi juga akan diperluas untuk sektor peternakan.
Dikatakan Herman, asuransi pertanian ini idealnya mampu melayani lahan pertanian yang berada di lokasi rawan banjir, rawan terkena OPT, dan kekeringan. Hal ini sesuai dengan arahan dari UU Nomor 19 tahun 2013.