REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Pertumbuhan perekonomian Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu yang melambat. Sebagai negara maju, pertumbuhan dan inflasi di AS tercatat tidak berubah dalam beberapa bulan terakhir.
Setelah kuartal I 2016 mengalami pelemahan, produk domestik bruto (PDB) riil terus tumbuh lambat pada kuartal II 2016. Meski belanja rumah tangga mengalami kenaikan cukup signifikan, sektor investasi tetap mengecewakan karena sejumlah investasi masih lambat.
Presiden Federal Reserve New York William C Dudley mengatakan, walau ada perlambatan, di sisi invetasi pertumbuhan ekonomi AS diprediksi akan kembali berada di angka dua persen dan bertahan dalam 18 bulan ke depan. Nilai ini cukup baik dibandingkan tiga kuartal terakhir.
"Meskipun saya berharap bisnis investasi ini naik namun kenaikan ini akan sangat lambat karena sebelumnya telah mengalami stagnasi. Serta adanya pemilihan presiden menjadi tambahan ketidakpastian investor, sehingga mereka menunggu keputusan ketidakpastian ini selesai," kata Dudley yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) di Denpasar, Bali, Senin (1/8).
Selain investasi, tingkat perdagangan juga mengalami kemunduran dikarenakan pertumbuhan yang lambat dan membuat permintaan dari luar negeri menurun.
Di sisi inflasi, Dudley menyebut bahwa perkiraan inflasi tidak banyak berubah. Inflasi seperti yang diharapkan telah naik sedikit tahun ini karena penurunan harga energi.
Namun untuk inflasi inti secara luas masih stabil. Dengan nilai ini Dudley menilai bahwa inflasi keseluruhan akan berada di angka dua persen dalam jangka menengah saat pertumbuhan ekonomi sesuai dengan yang diperkirakan.
"Sebaliknya jika pertumbuhan tidak sesuai dengan yang diperkirakan maka saya tidak yakin inflasi akan kembali ke dua persen," kata dia.