REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Wahid Foundation meluncurkan hasil survei nasional berjudul Potensi Intoleransi dan Radikalisme Sosial-Keagamaan di Kalangan Muslim Indonesia. Survei yang dilakukan dengan menggunakan 1.520 responden dari 34 provinsi di Indonesia, ternyata menghasilkan sesuatu yang positif dan negatif.
Direktur Wahid Foundation, Yenny Wahid mengungkapkan hasil survei juga terkait sikap bagaiaman masyarakat Muslim Indonesia terhadap tindakan radikal. “Sebagaian besar Muslim di Indonesia menolak tindakan radikal. Tapi sisi negatifnya juga ada mengenai potensi adanya tindakan radikalisme,” kata Yenny di Hotel di Rancamaya, Bogor, Senin (1/8).
Manager Riset Wahid Foundation Aryo Ardi Nugroho menyatakan dari semua responden yang ada, sebanyak 72 persen menolak tindakan radikal. Selain itu, 0,4 persen responden mengaku pernah berpartisipasi dalam kegiatan yang berpotensi melibatkan kekerasan atas nama agama.
Aryo menyatakan meski sebagaian besar Muslim di Indonesia menolak tindakan radikal, namun tetap ada yang perlu diantisipasi. “7,7 persen responden sudah menyatakan bersedia berpartisipasi tindakan radikal. Ini juga yang perlu dikhawatirkan,” ungkap Aryo.
Dia berpendapat, angka tersebut menunjukan ada potensi terhadap sekitar 150 juta Muslim di Indonesia yang bisa saja melakukan tindakan radikal. Apalagi, lanjut dia, 0,4 persen Muslim yang pernah mengaku berpartisipasi dalam kegiatan radikal, beberapa di antaranya seperti melakukan sweeping, demonstrasi menentang kelompok yang dinilai menodai dan mengancam kesucian Islam, bahkan hingga melakukan penyerangan di rumah ibadah.
Bagi Yenny, tetap ada sisi positif dari hasil survei tersebut terutama mengenai masih banyaknya muslim di Indonesia menentang radikalisme. “Menarik ternyata faktor yang berpengaruh signifikan itu semakin tinggi mendukung nilai demokrasi maka potensi intolerannya semakin rendah,” tutur Yenny.
Aryo memaparkan, sebanyak 74,5 persen responden menganggap demokrasi masih merupakan bentuk pemerintahan yang paling baik. Selain itu, 82,3 persen responden menyatakan Pancasila dan UUD 1945 baik untuk kehidupan bangsa dan bernegara.
Sedangkan Yenny menurutkan, hasil survei tersebut merekomendasikan pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku aksi kekerasan yang emngatasnamakan agama. Termasuk juga, kata Yenny, tindakan ujaran kebencian di muka umum atau sosial media.
“Pemerintah daerah ujung tombak negara memastikan perlindungan kebebasan agama dan berkeyakinan warga negara,” ujar Yenny. Dia menilai, dari hasil survei tersebut maka perlu lebih banyak narasi damai melalui kampanye dengan cara progresif.