REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pembebasan 10 Warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera kelompok sipil bersenjata di Filipina Selatan memerlukan langkah yang sangat hati-hati.
"Dari pantauan lapangan sampai tadi malam, suasana di lapangan sangat dinamis dan memerlukan suatu pendekatan yg sangat hati-hati," kata Retno usai mendampingi Presiden Joko Widodo bertemu dengan Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickramasinghe di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (3/8).
Ia mengatakan keselamatan sandera merupakan prioritas utama dalam setiap upaya pembebasan sandera. Retno mengaku telah melaporkan ke Presiden Joko Widodo tentang situasi terkini penyanderaan di Filipina.
"Komunikasi kita jalin terus dan kemarin kita bicara ke keluarga. Kita yakinkan kepada keluarga mengenai komitmen pemerintah untuk sesegera mungkin dapat membebaskan, tetapi situasi lapangan dari waktu ke waktu tidak sama. Kesulitan-kesulitan di lapangan tidak sama dan kesulitan-kesulitan di lapangan tidak pada tempatnya bila disampaikan kepada keluarga," katanya.
Saat bersilaturahim dengan media massa di Jakarta, Senin (18/7), Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan dari WNI yang disandera di Filipina, sebanyak 10 WNI berada di Panamao. Sedangkan tiga lainnya terpisah di Pulau Lapac.
Semua WNI adalah anak buah kapal (ABK) yang membawa batubara dari wilayah Indonesia ke Filipina. Sementara itu, dalam pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickramasinghe. Kedua negara membahas kerja sama kontraterorisme.
"Setiap bicara dengan radikalisme, ekstremisme dan terorisme maka Indonesia selalu di pihak terdepan yang diajak kerja sama," kata Menteri Luar Negeri usai mendampingi Presiden Jokowi saat bertemu dengan Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickramasinghe.
Ia mengatakan Sri Lanka menilai Indonesia merupakan negara Muslim terbesar sekaligus plural dan majemuk yang berhasil untuk menyebarkan toleransi dan moderasi. Perdana Menteri Ranil harapkan Sri Lanka dan Indonesia dapat memperkuat kerja sama untuk kontraradikalisme, ekstremisme dan terorisme.