REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Masjid Agung Manonjaya dibangun pada 1832 oleh Raden Tumenggung Danuningrat. Sampai saat ini bangunan masjid yang telah berdiri 182 tahun tersebut tidak berubah. Masyarakat sekitar telah berkomitmen untuk melestarikan masjid peninggalan leluhur dengan tidak mengubah postur bangunannya.
Masjid Agung Manonjaya dibangun menghadap ke sebuah tanah lapang (alunalun). Udara disekitar masjid cukup panas karena saat ini mesjid tersebut berada di tengah kota. Akan tetapi, saat kita menginjakan kaki di teras masjid, kita akan disapa oleh udara sejuk nan dingin.
Juru pelihara Masjid Agung Manonjaya, Rusliana, menjelaskan, arsitektur masjid selain unik juga memiliki makna historis yang kuat. “Masjid Agung Manbonjaya menggambarkan perpaduan banyak unsur seni bangunan tradisional dengan neoclassic Eropa," kata Rusliana kepada Republika, Rabu (8/4).
Unsur seni bangunan tradisional dapat terlihat pada atap masjid. Masjid tersebut tidak menggunakan kubah seperti kebanyakan masjid lainnya, melainkan menggunakan atap tumpang tiga. Bentuk denah segi empat dan menggunakan prinsip struktur Soko Guru di bagian tengah masjid.
Hal unik lainnya, ruang shalat untuk perempuan (pawestren) berada di sebelah selatan ruang shalat utama. Ru angan itu berukuran lebih kecil, panjangnya 11,4 meter dan lebar 3,8 meter. Pintu ma suk ke pawestren ada tiga, dua dari ruang utama shalat dan satu dari serambi Masjid.
Menurut Rusliana, serambi masjid yang memiliki banyak tiang penyangga meru pakan adaptasi arsitektur neoclassic Eropa. Sementara mustaka yang ada diatas menara masjid merupakan adaptasi dari elemen sakral ba ngunan-banguan Hindu pra-Islam di Jawa.
Ada empat menara Masjid yang berada di sisi kanan, kiri dan dua di tengah. Menara yang ada di kanan dan kiri ber bentuk segi delapan. Ada enam buah jendela di setiap menara. Sangat tampak khas arsitektur Eropa pada jendela menara yang ada di kanan dan kiri masjid.
Selain itu, masjid juga dikelilingi oleh tiang-tiang penyangga khas Eropa. Di ruang utama masjid terdapat 10 tiang penyangga. Tiang tersebut terdiri dari empat tiang Soko Guru berbentuk segi delapan, empat tiang penyangga atap di antara tiang Soko Guru. Kemudian ditambah dua tiang yang berdiri di de pan mihrab. Tinggi tiang-tiang tersebut masing-masing empat meter dengan garis te ngah satu meter. Semua tiang terbuat dari tembok.
Mihrab atau tempat Imam pemimpin shalat berbentuk persegi panjang. Panjangnya 6,3 meter dengan lebar 4,3 meter. Dihubungkan ke ruang sha lat utama dengan tiga pintu besar tanpa daun pintu. Ketiga pintu tersebut terbuat dari kayu dan berhiaskan kaligrafi. “Kaligrafinya bertuliskan ayat-ayat Alquran tentang shalat,” kata Zam zam, juru kunci Masjid Agung Manonjaya.