Senin 15 Aug 2016 15:21 WIB

7 Days Repo Rate BI Ditargetkan Cepat Direspons Bank

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
 Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Warga melintas didekat logo Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) akan segera menerapkan kebijakan suku bunga 7 Days Repo Rate. Kebijakan suku bunga dengan tenor jangka pendek ini dinilai akan mendorong transmisi kebijakan lebih efektif, seiring dengan tingkat inflasi yang rendah.

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara mengatakan, dengan akan diimplementasikannya reformulasi kebijakan operasi moneter yang lebih mencerminkan pasar, diharapkan perbankan dapat meresponsnya lebih cepat, baik dari sisi bunga deposito maupun bunga kredit. Apalagi saat ini transaksi likuiditas di pasar uang antarbank lebih banyak pada tenor satu minggu hingga satu bulan.

Berdasarkan data Bank Indonesia, pada 12 Agustus lalu, likuiditas di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) tercatat sebesar Rp 14,496 triliun. Tercatat transaksi likuiditas terbesar pada tenor overnight Rp 8,955 triliun, pada tenor 2-4 hari sebesar Rp 1,110 triliun, pada tenor 1 minggu Rp 2,916 T, sedangkan tenor   2 minggu sebesar Rp 1,455 triliun.

"Jadi bisa dibilang excess likuiditas adanya di overnight sampai 2 mingguan. Maka suku bunga harus mencerminkan tenor jangka pendek bukan tahun," tuturnya.

Sebelumnya BI telah melakukan transmisi kebijakan moneter melaui penurunan suku bunga acuan (BI Rate) sepanjang semester I 2016 hingga mencapai 100 basis points (bps) menjadi 6,5 persen. Mirza menjelaskan, sejauh ini posisi suku bunga acuan BI selalu berada di atas angka inflasi. Menurutnya, suku bunga acuan harus berada sedikit di atas angka inflasi agar bunga simpanan di bank masih terlihat menarik.

"BI Rate tidak bisa turun signifikan karena inflasi kita masih tinggi. Suku bunga itu sulit sekali untuk bisa di bawah inflasi, teorinya suku bunga harus ada sedikit di atas inflasi," ujar Mirza di Jakarta, Senin (15/8).

Mirza mencontohkan, untuk simpanan dengan nilai saldo diatas Rp 2 miliar atau nasabah pemilik dana besar (orang kaya), tidak mau menaruh uangnya di bank jika suku bunga acuan BI Rate berada di bawah angka inflasi. "Saya ambil contoh orang-orang kaya itu mereka itu tidak mau jika inflasi 5 persen, dikasih bunga 3 persen. Tapi kalau penabung kecil (di bawah Rp 2 miliar) itu tidak punya pilihan," jelas Mirza.

Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), saat ini total rekening simpanan di bank mencapai 184.154.242 rekening. Untuk simpanan dibawah Rp 2 miliar per Juni 2016 mencapai 183.932.836 rekening, sementara untuk simpanan diatas Rp 2 miliar mencapai 221.406 rekening. Total nominal balance secara keseluruhan mencapai sekitar Rp 4.563 triliun.

"Yang di atas Rp 2 miliar itu 221 ribu rekening dengan nominal balance Rp 2.494 triliun atau 54,65 persen terhadap total simpanan. Kalau yang di bawah Rp 2 miliar itu nominal balancenya Rp 2.069 triliun atau 45,35 persen," kata Mirza.

Selain itu, inflasi yang hingga Juli 2016 adalah sebesar 3,21 persen year on year (yoy), yang berada dalam kisaran target BI yaitu 4 plus minus 1 persen, juga dinilai mendukung reformulasi kebijakan baru ini.

"Karena inflasi memakan daya beli uang, jadi supaya kompetitif bunganya harus di atas inflasi. Makanya mau turunin bunga, turunin dulu inflasi,"ujarnya.

Pada 19 Agustus 2016 BI akan mulai menerapkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebagai suku bunga acuan yang baru. Tercatat hingga Juli 2016, BI 7-day Reverse Repo Rate berada pada level 5,25 persen dan BI Rate pada level 6,50 persen dengan suku bunga Deposit Facility 4,50 persen dan Lending Facility sebesar 7 persen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement