REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan rokok telah mengakibatkan irasionalitas nalar. Kemudian hal tersebut dimanfaatkan industri untuk mengusung kepentingannya melalui Rancangan Undang-Undang Pertembakauan.
"Dari perspektif ekonomi, rokok telah menghilangkan nalar seorang laki-laki atas hak kalori dan gizi keluarga. Pada rumah tangga miskin, rokok telah merampas kebutuhan kalori dan gizi keluarga," kata Dahnil dalam jumpa pers di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Senin (15/8).
Menurut Dahnil, dia pernah meneliti rokok dan bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan kepada masyarakat miskin pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Bila BLT diambil oleh laki-laki perokok, maka biasanya sampai di rumah maka jumlah uang akan berkurang karena dimanfaatkan untuk membeli rokok.
"BLT Rp300 ribu, sampai di rumah bisa hanya tinggal Rp 150 ribu. Salah satunya adalah untuk membeli rokok, padahal BLT seharusnya untuk memenuhi kalori dan gizi keluarga," tuturnya.
Dahnil mengatakan korban rokok biasanya adalah masyarakat miskin. Bila sakit akibat rokok, mereka akan kesulitan berobat karena tidak memiliki uang. Hal itu berbeda dengan perokok yang kaya. Sebanyak apa pun mereka merokok, maka bila sakit bisa berobat dengan biaya sendiri. Karena itu, Pemuda Muhammadiyah sangat memberikan perhatian terhadap dampak rokok kepada masyarakat miskin dan anak-anak muda. Rokok terhadap anak-anak muda juga akan berdampak terhadap bangsa dan negara Indonesia ke depan.
"Banyak potensi di masa depan yang akan hilang karena rokok," ujarnya.
Karena itu, sejalan dengan sikap Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dahnil mengatakan Pemuda Muhammadiyah juga menyatakan menolak Rancangan Undang-Undang Pertembakauan yang sedang dibahas DPR yang disinyalir mengedepankan kepentingan industri rokok dengan mengorbankan kesehatan masyarakat.