REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Forum Indonesia untuk transparansi anggaran (Fitra) menolak usulan DPR soal dana aspirasi daerah dalam APBN 2017. Manajer Advokasi dan Investigasi Fitra, Apung Widadi, menilai dana aspirasi hanya modus DPR untuk mendapatkan dana guna membiayai kegiatan politik mereka. Jika usulan tersebut disetujui, kata dia, maka akan mengancam uang negara sebanyak Rp 22,8 triliun.
"Jika rumus transaksi korupsi itu 7-8 persen, maka dalam setahun akan ada Rp 22,8 triliun uang yang lenyap," ujar Apung, dalam sebuah forum diskusi di Jakarta Pusat, Jumat (2/9).
Menurut dia, usulan dana aspirasi muncul karena DPR menggunakan celah Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3). Pasal 80 UU tersebut menyebut bahwa anggota DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan di daerah pemilihan (dapil). Oleh DPR, pasal ini dijadikan pintu masuk dan ditafsirkan bahwa dewan juga berhak mencairkan dana pembangunan untuk dibawa sendiri oleh mereka ke daerah.
Padahal, kata Apung, Undang-Undang Keuangan Negara tidak mengenal adanya nomenklatur dana aspirasi. Karenanya, Fitra menyatakan dana aspirasi adalah dana siluman anggota DPR yang harus ditolak. Apung menegaskan, penolakan terhadap usulan tersebut sangat mendesak karena dana aspirasi biasanya akan mendompleng Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU).
Dalam kesempatan yang sama, pengamat politik Ray Rangkuti menilai usulan dana aspirasi merupakan upaya anggota DPR untuk menyiapkan diri menghadapi pemilu legislatif 2019 mendatang. Dewan membutuhkan dana untuk membangun dapilnya untuk memunculkan kesan bahwa ia telah bekerja. "Dengan kata lain, ini cara untuk mengamankan suara mereka di dapil," kata Ray.
Baca juga: Dana Aspirasi DPR 2017 Tergantung Kondisi Keuangan Negara