REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mencatat beberapa kendala yang dihadapi oleh wajib pajak ketika ingin mengikuti program pengampunan pajak. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Wajib Pajak Besar Mekar Satria Utama menjelaskan salah satu persoalan yang dihadapi peserta pengampunan pajak adalah sumber pembiayaan untuk membayar uang tebusan.
Menurut Mekar, tidak sedikit wajib pajak yang harus menjual sejumlah lembar saham mereka untuk memperoleh pendanaan. Langkah ini pun, lanjutnya, tidak bisa secara cepat dilakukan sebab penjualan saham beberapa kali dalam waktu singkat berpotensi membuat harga saham anjlok.
"Untuk wajib pajak besar, biasanya soal penundaan jumlah. Jumlah yang mereka laporkan bisa sampai ratusan miliar (rupiah). Jarang yang pegang uang segitu, sehingga mereka harus jual beberapa lembar saham. Mekanisme ini butuh waktu," ujar Mekar di acara Kampanye Simpatik Amnesti Pajak, Ahad (4/9).
Selain itu, para wajib pajak juga mempertanyakan mekanisme pelaporan perusahaan cangkang atau SPV (Special Purpose Vehicle). Mekar menyebutkan juga soal penentuan harga wajar yang banyak ditanyakan oleh wajib pajak.
Bos PT Indofood Sukses Makmur Tbk Franky Welirang mengakui program pengampunan pajak terkesan rumit. Ia menginginkan agar pemerintah percayakan laporan Surat Pernyataan Harta (SPH) yang diajukan oleh wajib pajak menggunakan sistem pemungutan secara self assesment.
"Basisnya self assessment dulu, saling mempercayai itu penting. Pemerintah perlu percaya orang yang mengajukan tax amnesty dengan tulus bahwa dia akan mendeklarasikan apa yang dimiliki dan mempercayai kepada pemerintah apa yang dia miliki. Jangan minta bukti ini itu, jadi ruwet administrasi," ujar Franky.