Rabu 07 Sep 2016 22:16 WIB

Gugatan Setnov Dikabulkan MK, Ini Kata Kejakgung

Setya Novanto
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Setya Novanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan dua uji materi Undang-Undang dari permohonan yang diajukan Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto. Salah satunya yang dikabulkan majelis hakim berkaitan dengan kasus rekaman pembicaraan mengenai perpanjangan PT Freeport Indonesia yang belakangan diteken Kejaksaan Agung. Putusan MK itu menjadikan rekaman penyadapan Novanto oleh Maroef Sjamsoeddin menjadi ilegal.

Dua uji materi yang dikabulka, pertama soal keabsahan rekaman sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Uji materi ini dikabulkan sebagian dengan dua hakim dissenting opinion. Kedua, soal permufakatan jahat sebagaimana diatur Pasal 15 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

"Mengabulkan gugatan untuk seluruhnya," ujar Ketua MK, Arief Hidayat, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (7/9). Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 15 UU Tipikor yang menyatakan frasa 'Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 sampai dengan Pasal 14'.

Ketentuan tersebut bertentangan dengan norma UUD 195, khususnya Pasal 1 ayat (3) bahwa 'Negara Indonesia adalah negara hukum' dan Pasal Pasal 28D ayat (1) bahwa 'Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum'. Ketentuan Pasal 15 UU Tipikor, khususnya frasa 'pemufakatan jahat' bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dengan segala akibat hukumnya, sepanjang tidak ditafsirkan “.... yang mempunyai kualitas dalam hal undang-undang menentukan demikian ....”.

Putusan MK soal permufakatan jahat sebagaimana diatur Pasal 15 UU Tipikor sendiri disertai dissenting opinion tiga hakim konstitusi. Mereka adalah hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, Manahan MP Sitompul.

Kejaksaan Agung mengaku masih mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan uji materi Setya Novanto terkait UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), dan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. "Kita harus pelajari dahulu putusan MK, nanti kita akan sampaikan," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, M Rum di Jakarta, Rabu.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Arminsyah belum menanggapi putusan itu meski sudah ditanyakan melalui pesan singkatnya. Penyelidikan kasus "Papa Minta Saham" yang ditangani JAM Pidsus itulah yang menjadi dasar Novanto mengajukan uji materi karena Kejagung berkeyakinan ada permufakatan jahat melalui rekaman.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement