REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) menegaskan, penyelenggaraan Kongres Tahunan PSSI 2016 di Yogyakarta harus ditaati. Juru Bicara di Kemenpora Gatot Dewa Broto mengatakan keputusan Komite Eksekutif (Exco) PSSI soal penunjukan Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) sebagai tuan rumah Kongres Pemilihan, dapat dianulir.
"Sejauh ini (Kemenpora menilai usulan kongres di Yogyakarta) wajib ditaati PSSI," ujar dia lewat pesan singkatnya kepada Republika.co.id, Senin (12/9).
Gatot, pada Ahad (11/9) menjelaskan, permintaan kementeriannya agar Kongres Pemilihan dilakukan di Yogyakarta bukan intervensi pemerintah soal proses regenerasi di badan induk sepak bola nasional tersebut.
Akan tetapi, dia menjelaskan, permintaan agar PSSI melangsungkan Kongres Tahunan di Yogyakarta tersebut, bagian dari hak yang dimiliki kementeriannya. Menurut dia hak tersebut berawal dari permintaan rekomendasi tentang lokasi kongres yang diminta Exco PSSI kepada Kemenpora.
"Substansi pemindahan kota (tuan rumah kongres) semata-mata karena pemerintah mengingatkan PSSI untuk kembali ke titik nol tempat lahirnya PSSI," ujar dia.
Kata dia, keputusan pemerintah agar Exco PSSI memindah lokasi kongres, sudah final. Ketika ditanya apakah Kemenpora bakal memberikan sanksi baru bagi PSSI jika tuan rumah Kongres Tahunan tetap mengambil lokasi di Tanah Bugis?
Gatot mengatakan, akan menunggu jawaban resmi dari PSSI. Namun kata dia, permintaan memindahkan lokasi kongres sama artinya dengan regulasi. Menurut dia, PSSI hanya dihadapkan hanya pada dua pilihan, menerima atau menolak.
"Dipatuhi atau dilanggar. Jika dilanggar, ya nggak keluar rekomendasi (pelaksanaan kongresnya)," sambung dia.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum PSSI, Hinca Panjaitan menegaskan, Kongres Pemilihan tetap dihelat di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) 17 Oktober. Hinca mengatakan, Makassar sebagai tuan rumah sudah jauh hari diputus dalam Exco PSSI.
"Ini (persoalan tuan rumah Kongres Tahunan 2016) internal dan domain PSSI. Mudah-mudahan pemerintah dapat memahami dan menghormatinya," ujar Hinca kepada Republika, Ahad (11/9).