REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan menyampaikan isu perpanjangan masa periode satu penyampaian surat pernyataan harta program amnesti pajak hingga Desember 2016 adalah tidak benar.
"Tetap sampai 30 September 2016. Kami konsisten sesuai UU (Pengampunan Pajak)," kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (16/9).
Hestu menegaskan masa periode satu akan tetap berakhir pada 30 September 2016 dan Direktorat Jenderal Pajak akan menyiagakan pelayanan dengan menambah beban kerja hingga tiga shift untuk menampung animo masyarakat. "Kita akan menambah hingga tiga 'shift', termasuk membuka aula khusus di kantor pusat. Intinya, DJP akan all out melayani wajib pajak yang ingin mengikuti tax amnesty. Semua harus dilayani dengan baik," ujarnya.
Sebelumnya, sejumlah pengusaha nasional dan anggota DPR menginginkan adanya penambahan masa periode satu hingga Desember 2016, karena proses persiapan administrasi untuk mengikuti program tersebut dinilai rumit dan membingungkan. Selain itu, permintaan atas perpanjangan masa periode satu terjadi karena realisasi uang tebusan dari program deklarasi aset maupun repatriasi modal ini belum begitu menggembirakan dan masih jauh dari potensi yang diharapkan yaitu Rp 165 triliun.
Sesuai UU Nomor 11 Tahun 2016 mengenai Pengampunan Pajak, tarif tebusan atas deklarasi harta sebesar dua persen dan repartriasi modal sebesar empat persen atas surat penyampaian harta pada masa periode satu akan berakhir pada 30 September 2016. Setelah itu tarif tebusan yang berlaku pada periode dua untuk deklarasi harta adalah tiga persen dan repatriasi modal sebesar enam persen untuk periode surat penyampaian harta hingga 31 Desember 2016.
Hingga Kamis 15 September 2016, pukul 15.00 WIB, realisasi uang tebusan dari program amnesti pajak baru mencapai Rp 21,3 triliun, dengan total deklarasi harta maupun aset sebesar Rp 528 triliun, yang terdiri atas deklarasi dalam negeri Rp 371 triliun, deklarasi luar negeri Rp 132 triliun dan repatriasi modal Rp 24,3 triliun.
Secara rinci, komposisi uang tebusan itu didominasi oleh uang tebusan amnesti pajak sebesar Rp 18,9 triliun, pembayaran atas tunggakan pajak sebanyak Rp 2,17 triliun dan pembayaran pajak yang tidak atau kurang dibayar atau pelunasan atas pajak yang seharusnya tidak dikembalikan, dalam rangka penghentian pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan sebesar Rp 251 miliar.