REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Dewan Pembina Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) HM Arum Sabil mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Polri, dan Kejaksaan agar bersinergi mengungkap adanya direksi BUMN yang terindikasi menerima suap dari fee impor pangan, termasuk gula. Arum kepada pers, Jumat (16/9) di Jakarta juga mengemukakan, pihaknya mendesak agar oknum direksi BUMN yang terindikasi menerima suap dari fee impor pangan dan gula yang di lakukan di Singapura itu agar segera diberikan sanksi hukum yang berefek jera.
Desakan tersebut disampaikan Arum terkait adanya informasi yang diterima KPK dari lembaga antikorupsi di Singapura, yakni Corruption Practices Investigation Bureau (CPIB ) yang menyebutkan adanya direksi BUMN yang menerima suap dari fee impor pangan. Penerima suap diduga telah membuka rekening di Singapura untuk menampung fee dari perusahaan Panamex sebesar 50 dolar AS per ton dari 100 ribu raw sugar yang diimpor, sehingga total mencapai lima juta dolar AS atau setara Rp 65 miliar. Raw sugar itu akan diproses menjadi gula putih agar bisa menstabilkan harga gula nasional.
Sebelumnya, pada 14 September 2016 Ketua KPK Agus Rahardjo menyebut masih adanya praktik korupsi yang dilakukan oleh direksi BUMN. Saat ini pihaknya sedang melakukan penyelidikan terhadap seorang direksi BUMN yang diduga menerima fee impor pangan tersebut.
Ketua Umum Dewan Pembina APTRI lebih lanjut mensinyalir bahwa semua izin impor gula yang diberikan kepada beberapa perusahaan BUMN maupun swasta terindikasi suap yang diberikan kepada oknum direksi BUMN maupun kepada oknum pejabat negara yang mempunyai kewenangan mengeluarkan izin impor gula. Menurut Ketua Bidang Pemberdayaan Petani Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (DPN HKTI) itu, setiap tahun impor gula yang digelontorkan di negara yang dikenal dengan julukan negara agraris ini tidak kurang dari 3,5 juta ton.