REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Meskipun angka pernikahan dini di Kota Yogyakarta, tidak terlalu tinggi, namun Kantor KB setempat terus berupaya menekan angka tersebut. Harapannya, agar tidak semakin banyak remaja yang mengalaminya. Pasalnya, pernikahan dini terpaksa dilakukan karena pasangan muda tak memiliki pengetahuan yang cukup soal reproduksi.
"Batas maksimal angka pernikahan dini adalah 3,5 persen dari total pasangan usia subur. Namun, di Kota Yogyakarta hanya 0,16 persen. Angkanya memang kecil, tapi tetap dibutuhkan upaya agar angkanya tidak semakin meningkat," kata Kepala Kantor KB Kota Yogyakarta Eny Retnowati di sela pelepasan Jambore Remaja di Yogyakarta, Jumat (16/9).
Menurut dia, salah satu upaya untuk menekan angka pernikahan dini atau pernikahan dengan usia kurang dari 20 tahun adalah melalui kampanye kesehatan reproduksi. Remaja, lanjut dia, akan memperoleh berbagai informasi mengenai kesehatan reproduksi termasuk dampak negatif yang akan terjadi apabila melakukan pernikahan dini.
Biasanya, Eny mengatakan, pernikahan dini terpaksa dilakukan karena banyak pasangan muda yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kesehatan reproduksi. "Selain berpotensi mempengaruhi kesehatan organ reproduksi karena belum siap mengandung atau pasangan memilih melakukan aborsi karena kehamilan tidak diinginkan, pasangan yang menikah dini biasanya juga rentan secara psikologis sehingga berdampak pada perceraian," katanya.
Eny berharap, peserta 'Jambore Remaja' dapat menyebarluaskan materi yang diperoleh selama mengikuti kegiatan di Mangunan pada 16-18 September kepada teman-teman sebanyanya. "Semakin banyak remaja yang mengetahui dan menyadari pentingnya menjaga kesehatan reproduksi, akan semakin baik," katanya.
Jambore Remaja Kota Yogyakarta diikuti 180 peserta dengan usia antara 10 hingga 24 tahun yang berasal dari perwakilan sekolah dan kelompok Pusat Informasi dan Konseling Remaja (PIKR). Di Kota Yogyakarta terdapat 54 kelompok PIKR yang tersebar di seluruh wilayah.