REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pegiat anti korupsi dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Miko Susanto Ginting menilai pengusutan kasus korupsi tidak melihat besaran dari nilai korupsi, tetapi kepada dampak dan kerugian kepada masyarakat. Terlebih jika itu dilakukan oleh penyelenggara negara.
"Saya kira tidak tepat apabila meletakkan tindak pidana korupsi dari besar-kecilnya dana yang ditransaksikan, korupsi itu membawa dampak dan kerugian yang mungkin saja lebih besar dari apa yang diungkap secara materil," kata Miko melalui pesan singkatnya, Senin (19/9).
Sebelumnya, sejumlah kalangan mempertanyakan penangkapan Ketua DPD, Irman Gusman oleh KPK. Terlebih lagi dugaan uang suap yang ditemukan hanya sebesar Rp 100 juta.
Miko meyakini KPK akan melakukan pengembangan terhadap kasus yang melibatkan Irman Gusman. Ia juga yakin uang Rp 100 juta hanyalah pintu awal bagi KPK untuk mengungkap kasus lainnya. Artinya, uang yang ditransaksikan mungkin lebih daripada yang terungkap pada saat operasi tangkap tangan KPK.
"Saya kira perlu menghormati proses penyidikan yang sedang dan akan dijalankan, sekaligus mengawasi jalannya kasus ini," kata dia.
Apalagi kata Miko, dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK memberikan kewenangan kepada KPK untuk mengusut tindak pidana korupsi yang melibatkan penyelenggara negara atau tindak pidana korupsi yang meresahkan masyarakat.
"Ketentuan ini cukup menjadi dasar bagi KPK untuk mengusut kasus ini setuntas-tuntasnya," kata Miko.