REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Seorang perempuan muda Yazidi yang sempat ditahan dan diperkosa anggota pegaris keras ISIS memohon kepada para pemimpin dunia di markas Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Senin (19/9), untuk mengakhiri perang dan meningkatkan taraf hidup jutaan pengungsi.
Para pemimpin negara telah menyetujui kerangka kerja sukarela penanggulangan krisis dunia tersebut.
Nadia Murad Basee Taha (23 tahun), belum lama ditunjuk sebagai duta Kantor PBB untuk Narkotika dan Kejahatan. Ia berbicara di depan pemimpin dunia saat temu puncak pengungsi dan migran jelang Sidang Majelis Umum ke-71.
"Anda yang memutuskan apakah dunia akan dibiarkan terus berperang atau berdamai. Kita harus mengatasi sebab imigrasi, bukan hanya migrasinya. Kita mesti mengakhiri perang dan menempatkan kemanusiaan di atas segalanya. Harapannya, pemerkosaan 12 teroris yang saya alami akan menjadi 12 peluru dalam tubuh ini," kata Taha yang ditahan ISIS di Irak selama beberapa bulan pada 2014.
Dengan adanya 21,3 juta pengungsi seluruh dunia, 193 negara anggota Majelis Umum telah mengadopsi deklarasi politik seraya sepakat untuk berunding membahas keamanan pengungsi, serta proses tertib migrasi untuk dua tahun ke depan.
Meski demikian deklarasi itu tak mengikat secara hukum. Pernyataan di dalamnya juga tak memasukkan permintaan
Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon terkait kuota 10 persen pengungsi yang diterima per tahunnya. Permintaan itu dinilai pegiat hak asasi manusia (HAM) dan lembaga pemberi bantuan kurang efisien.
"Mari berpikir," kata peraih Nobel, Malala Yousfazai (19 tahun), pegiat pendidikan asal Pakistan yang sempat ditembak oleh Taliban dalam bis sekolah pada 2012.
Ia telah mengumpulkan dana untuk pendidikan pengungsi anak-anak Suriah. "Deklarasi itu tak memuat komitmen baru yang penting bagi pengungsi. Jauh dari sorotan kamera, banyak pengungsi anak-anak di kamp, jalanan, perahu, juga luar sekolah di seluruh dunia berharap lebih. Mereka berhak menerima lebih dari ini," kata Yousfazai.
Ban dan ketua HAM PBB, Zeid Ra'ad al Hussein mendesak negara terkait agar memenuhi komitmennya dalam deklarasi. Pasalnya, deklarasi itu dianggap mampu membuat anak-anak bersekolah dan warga lain mendapat kerja di luar negeri. "Fakta yang menyedihkan, temu puncak ini diselenggarakan karena sadar kita semua telah gagal," kata Zeid.
"Sungguh memalukan karena korban dari kejahatan mengerikan itu harus tersiksa lebih lama karena kegagalan kita menyediakan perlindungan. Sungguh menyedihkan karena banyak perempuan, pria, dan anak-anak akhirnya dicap sebagai penjahat, hingga kemudian ditahan," tambahnya.
Presiden Amerika Serikat Barack Obama menggelar temu puncak pengungsi di PBB, Selasa. Langkah itu bertujuan meningkatkan dana kemanusiaan hingga tiga kalinya serta menggandakan jumlah pengungsi yang ditampung. Peserta acara hanya negara yang telah berjanji akan memenuhi komitmen dalam temu tersebut.
Acara itu bertujuan meningkat jumlah pengungsi yang kembali bersekolah dan mendapat hak bekerja, masing-masing sebanyak satu juta warga.