REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Masjid merupakan bagian dari lanskap pinggiran kota di Australia dan berperan penting dalam mengatasi ketakutan tentang Islam.
Saya mempresentasikan slide tukang unta dari Afghanistan dalam konferensi sejarawan seni tahun lalu, mengingat bahwa ini adalah kontribusi paling khas Australia bagi arsitektur Islam. Beberapa dari peserta tertawa.
Semua itu, sedikit lebih baik dari gudang seng, kotor dan penyok, struktur bangunan pedalaman yang sesuai tujuannya dan tidak ingin mengklaim kemegahan.
Masjid "Afghanistan" kita - yang dibuat oleh penunggang unta terampil dan pedagang dari Afghanistan dan lainnya - khas Australia dan luar biasa. Tapi haruskah bangunan pedalaman abad ke-19 dan awal abad ke-20 menentukan konsep kita tentang masjid khas Australia hari ini?
Australia cenderung diabaikan dalam survei historis dan kontemporer dari arsitektur Islam. Masjid kita bukan pernyataan dari kekaisaran, bukan pula menjadi monumen atau ikon nasional.
Masjid tersebut adalah manifestasi masyarakat setempat yang mereka layani. Mereka relatif bersahaja, kosmopolitan dan berada di wilayah pinggiran kota.
Karena karakteristik ini, kita tidak pernah mendengar pendapat mengenai "Golden Age" dalam desain masjid Australia. Hal ini sangat baik karena Masa Keemasan adalah rekonstruksi nostalgia di sisi positifnya mendorong bunga rampai namun di sisi negatifnya fundamentalisme.
Sebaliknya, masjid Australia dapat menampilkan pluralitas yang mendukung keterbukaan, multikultural, dan masa depan kita yang inklusif.
Masjid adalah bagian dari lanskap pinggiran kota Australia. Mereka memiliki peran penting mengatasi ketakutan tentang Islam dan mendukung nilai-nilai progresif dalam Islam. Situasi Islam di Australia telah ditinjau secara rutin dan kritis dan akan terus menjadi subyek pembicaraan publik.
Mereka yang menentang pembangunan masjid - seperti (Senator) Pauline Hanson baru-baru ini - tidak mengenali potensi masjid dalam mendukung cita-cita Australia dan mewakili sejarah kita bersama.