REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Golkar, sebagai partai yang pertama kali mengusung Pejawat Basuki Tjahaja Purna atau Ahok di Pilkada DKI, nampaknya tidak diperhitungkan dalam kompetisi tersebut. Pilkada DKI dinilai menjadi pertarungan antara Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subianto serta Susilo Bambang Yudhoyono.
''Kayanya Golkar tidak dianggap tuh dalam pertarungan SBY, Mega dan Prabowo, apakah karena mereka pernah jadi presiden dan calon presiden semua dan Novanto belum,'' kata Wakil Ketua dewan pakar Partai Golkar Mahyudin, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (28/9).
Mahyudin menganggap wajar penilaian itu. Sebab, ketiga ketua umum partai politik itu memang pemain lama dan cukup berpengaruh dalam kancah perpolitikan nasional. Karena itu, Mahyudin menyayangkan partainya tidak dianggap dalam pertarungan memperbutkan kursi DKI 1.
Ia bahkan sempat kesal akan opini tersebut, karena seharusnya partai berlambang pohon beringin itu diperhitungkan dalam Pilkada DKI. ''Tapi saya yakin Golkar jadi faktor penentu dalam pemenangan Ahok,'' ucapnya.
Tak dianggapnya Golkar juga dilihat saat Ahok mendaftarkan diri sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur ke KPUD. Saat itu, Ahok hanya didampingi oleh PDIP Perjuangan. Padahal, Golkar, Hanura dan Nasdem telah lebih dulu mengusung Ahok.
Mahyudin yang juga Wakil Ketua MPR RI ini menduga, tak dianggapnya Golkar ini disebabkan karena Golkar yang terlalu cepat mendeklarasikan dukungan terhadap Ahok.
''Kalau dagang itu kan jangan terlalu jual mahal, dan jangan terlalu jual murah. Kalau jual mahal gak laku, kalau jual murah rugi. Jadi harus sedang-sedang saja. Nah Golkar terlalu cepat, makanya terkesan jual murah,'' jelas dia.