Ahad 02 Oct 2016 14:03 WIB

'Iman adalah Kompas Kehidupan'

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Agus Yulianto
Keimanan/Ilustrasi
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Keimanan/Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,‎ JAKARTA -- Akhir-akhir ini, muncul komunitas yang mentaui Tuhan, tapi tidak beragama. Kondisi itulah yang membuat Ustaz Erick Yusuf  merasa khawatiran terhadap iman umat Muslim dalam beragama. Pasalnya, mereka mengedepankan akal logikanya dalam mengarungi keseharian, padahal iman-lah kompas kehidupan ini. "Tanpa iman akal bagaikan pisau yang tumpul, penuh keraguan. Begitu pula iman tanpa akal, dia akan kehilangan arah. Bagaikan berjalan dalam kegelapan”, ujar Erick, Ahad (2/10).

Menurut dia, hal yang menjadi dasar dari keberagamaan umat adalah membangun sikap tauhid karena itu  dasar utama agama Islam, maka salah satunya harus mantap dalam bidang aqidah Islam. Aqidah adalah fondasi agama Islam yang paling mendasar. Setiap Muslim harus memiliki aqidah yang benar sebagai persyaratan seseorang untuk menjalankan amal dalam Islam.

Alquran dalam konteks memerintahkan umat Muslim untuk mengakui bahwa Allah itu Esa, tidak ada Tuhan selain Allah. Dengan demikian, elemen paling substansial dalam aqidah Islam adalah tauhid, atau mengesakan Allah.

Semua unsur aqidah harus bermuara dari konsep ini. Keyakinan kepada Allah-lah yang mendasari keislaman umat. Sebagai konsekuensinya, ketauhidan seseorang akan menjadi kunci penting dalam aktivitas beragama. “Penuhi kehidupan dengan tauhid, syiarkan kepada anak-anak sejak usia dini agar mereka tak kehilangan arah dalam menjalani kehidupan ini. Tegakkan syariat dalam setiap aktivitas keseharian," ujarnya.

Orang-orang yang mengakui Tuhan, tapi tidak mau beragama, lantaran karena hilangnya orientasi atau disorientasi. Orientasi dari mana asal kehidupan dan mau ke mana akhir dari kehidupan. Seperti firman Allah dalam QS Al-Insyiqaq (6) yang berbunyi: "Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemui-Nya".

Erick mengatakan, kecerdasan iman jauh melampaui kecerdasan akal sebagaimana seseorang bisa melakukan sesuatu berdasarkan yang ia yakini walaupun belum memahaminya. Dia mencontohkan, menjawab dengan akal mengapa masuk ke masjid harus dengan kaki kanan atau kenapa makan harus memakai tangan kanan. Tidak ada jawaban akal yang terasa tepat mewakilinya. Semua jamaah menjawab dengan jawaban iman, I'tibba kepada Rasulullah SAW. "Ini membuktikan seringkali iman-lah yang menuntun perilaku. Dan ketika akal sampai, dia akan menegaskan keimanan," kata Erick.

Dengan mengimplementasikan ilmu tauhid dan keimanan sehari-hari, alangkah baiknya jika dilengkapi dengan sikap sakinah, istiqomah dan tentu dengat spirit kuat. Yang disesuaikan dengan sakinah disini ialah berarti kedamaian, ketentraman dan ketenangan. Kemudian dijalankan dengan istiqomah, istiqomah dengan hati artinya terus melakukan niat yang jujur dan istiqomah dengan jiwa dengan senantiasa melaksanakan ibadah dan ketaatan secara terus-menerus.

Karenanya, Erick mengajak, semua untuk ikut terus menjaga semangat hijrah agar hari Ini lebih baik dari kemarin dan esok lebih baik dari hari ini. Sikap di atas dapat memotivasi umat Muslim untuk menata kehidupan dengan lebih baik, dengan spirit hijrah yang kuat. Kedamaian, kesejukan dan ketaatan dalam menjalankan ibadah akan terbina dengan baik. "Pada saat bersamaan jiwa dan ruh rahmah tersebut akan membingkainya dengan dekap kasih dan sapaan lembut Sang Khalik”, ujar Erick.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement