REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia dianggap berpeluang untuk menurunkan kembali suku bunga acuan "7-Day Reverse Repo" yang saat ini sebesar 5,0 persen.
Ekonom OCBC Bank Wellian Wiranto mengatakan BI memiliki peluang itu karena inflasi tahunan hingga September 2016 sebesar 3,07 persen (yoy) atau berada di bias bawah proyeksi bank sentral. Menurut dia, meskipun inflasi tahunan September 2016 naik dibanding Agustus 2016 yang sebesar 2,79 persen, pergerakan indeks harga konsumen sejauh ini tidak menjadi kendala BI untuk melakukan keenam kalinya pelonggaran suku bunga. "Inflasi tidak menjadikan kendsla bagi BI untuk kembali menurunkan suku bunga pada (Rapat Dewan Gubernur) 20 Oktober 2016 nanti," kata Wellian dalam "OCBC Daily Treasury Outlook", di Jakarta, Rabu (5/10). "Kadar inflasi di Indonesia pada umumnya masih termasuk rendah," ujarnya.
BI menargetkan dapat menjangkar laju inflasi hingga akhir tahun di rentang 3-5 persen. Sepanjang tahun ini, BI sudah lima kali menurunkan suku bunga acuan dengan akumulasi besaran 125 basis poin. Terakhir pada September 2016, bank sentral memangkas tingkat suku bunga transaksi surat berharga bersyarat dengan tenor tujuh hari (7-Day Reverse Repo Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 5,00 persen.
"Pelonggaran kebijakan moneter diharapkan dapat lebih memperkuat upaya untuk mendorong permintaan domestik guna terus mendorong momentum pertumbuhan ekonomi," kata pernyataan simpulan RDG BI pada September 2016.
Adapun bunga penyediaan likuiditas dari BI ke perbankan (lending facility) turun 25 basis poin menjadi 5,75 persen. Sedangkan bunga penyimpanan dana bank di BI (deposit facility) turun 25 basis poin menjadi 4,25 persen. "Transmisi pelonggaran kebijakan moneter melalui jalur suku bunga terus berlangsung, tercermin dari berlanjutnya penurunan suku bunga deposito dan suku bunga kredit. Namun, transmisi melalui jalur kredit belum optimal," kata BI yang memproyeksikan kredit bank tumbuh di rentang 7-9 persen pada tahun ini.