Rabu 12 Oct 2016 16:53 WIB

Indonesia Kirim Pegiat Budaya ke Selandia Baru

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Winda Destiana Putri
Penampilan kreativitas musik tradisi dari Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kebudayaan Indonesia.
Foto: Republika/Edi Yusuf
Penampilan kreativitas musik tradisi dari Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kebudayaan Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menandatangani perjanjian kerja sama dengan Auckland University of Technology (AUT) Selandia Baru, Rabu (12/10). Indonesia akan mengirim setidaknya 50 orang pegiat budaya dan lima orang pendamping sebagai fasilitator dan media ke Negara Kiwi tersebut.

"Mereka akan menjalani program pelatihan profesional selama tiga pekan mulai 13 November hingga 4 Desember 2016," kata Direktur Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid di Nusa Dua, Rabu (12/10).

Pengiriman pegiat budaya ini sepenuhnya dibiayai pemerintah melalui beasiswa. Bidang-bidang budaya yang masuk dalam kegiatan ini adalah tari, musik, teater, film, galeri dan museum, visual, dan sejarah.

Para pegiat budaya ini, kata Hilmar sudah melalui diseleksi secara terbuka di laman Direktorat Jenderal Kebudayaan. Mereka diharapkan bisa membentuk sumber daya manusia mumpuni di bidang kebudayaan dan menjadi agen perubahan bagi lingkungan dan masyarakat asal pegiat budaya tersebut.

Selandia Baru terkenal sebagai negara yang menjaga kebudayaannya. Hal itu terlihat dari keberadaan Suku Maori, suku asli Selandia Baru yang eksistensinya masih dipertahankan negara hingga sekarang. Hal berbeda justru terlihat di Australia di mana suku asli Negara Kanguru tersebut masih kurang mendapat posisi strategis, khususnya dalam hal pelayanan publik.

Peserta Pegiat Budaya 2016, kata Hilmar akan diberi pembekalan terkait substansi program pertukaran ini. Pembekalan akan diberikan dalam bentuk praorientasi pada 10-12 November 2016.

Selain dengan Selandia Baru, Indonesia juga menjalin kerja sama terkait budaya dengan Cina dan Iran. Ketiga negara ini bersepakat untuk melestarikan warisan budaya tak benda (intangible cultural herritage) melalui pertukaran informasi di negara masing-masing, khususnya sumber daya air.

Direktur Liang Shuming Rural Construction Centre, Lanying Zhang mengatakan ada persamaan antara karakteristik persawahan di Cina dengan Indonesia, khususnya dengan subak.

"Persawahan di Cina juga Indonesia diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan populasi besar. Jumlah terbesar berlokasi di Cina bagian barat daya dan utara," katanya.

Direktur International Centre on Qanats and Historic hydraulic Structures di Iran, Ali Asghar Yazdi menambahkan Indonesia dan Iran memiliki kearifan lokal hampir sama, antara subak dan qanat. Qanat merupakan sistem saluran air yang terdiri atas deretan sumur yang tersambung di bawah kanal saluran bawah tanah. Sistem ini terbentuk dari sumur yang terbuka, kemudian saluran terowongan mendatar menghubungkan sumur itu dari jarak tertentu.

"Sistem ini digunakan untuk mengairi persawahan dan meningkatkan perekonomian di masyarakat pedesaan di Iran, sama halnya dengan subak Bali untuk pembangunan berkelanjutan," katanya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement