Kamis 13 Oct 2016 13:28 WIB

Megawati Usulkan Warga Dunia Adopsi Budaya Bali

Anggota Pecalang atau satuan pengamanan adat Bali memantau situasi jalan pantai saat pelaksanaan Hari Raya Nyepi. Mantan presiden Megawati Soekarno Putri mengusulkan warga dunia mengadopsi budaya masyarakat Bali melaksanakan Catur Brata Penyepian pada Hari Bumi.
Foto: Antara/Wira Suryantala
Anggota Pecalang atau satuan pengamanan adat Bali memantau situasi jalan pantai saat pelaksanaan Hari Raya Nyepi. Mantan presiden Megawati Soekarno Putri mengusulkan warga dunia mengadopsi budaya masyarakat Bali melaksanakan Catur Brata Penyepian pada Hari Bumi.

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri mengusulkan warga dunia mengadopsi budaya masyarakat Bali melaksanakan Catur Brata Penyepian dengan menerapkan satu menit hening pada Hari Bumi.

"Penduduk Bali sangatlah heterogen, terdiri dari berbagai suku, agama, dan ras, bahkan ada yang berwarga negara asing tinggal di Bali. Mayoritas rakyat Bali memeluk agama Hindu, dan salah satu hari besarnya adalah Nyepi yang dirayakan tidak dengan pesta pora, tapi dengan penuh keheningan," kata Megawati pada pembukaan World Culture Forum (WCF) 2016 di Nusa Dua, Kamis (13/10).

Ia mengatakan masyarajat Bali yang memeluk agama Hindu, pada perayaan Nyepi melakukan Catur Brata Penyepian dengan menjalankan amati geni (tidak menyalakan api), amati lelanguan (tidak berkegiatan), amati karya (tidak bekerja), dan amati lelungan (tidak bepergian).

Bali, lanjutnya, adalah satu-satunya pulau di dunia, yang mampu 'mengistirahatkan bumi' sehari penuh, secara total di setiap perayaan Nyepi. "Sungguh indah, keheningan Nyepi di Pulau Bali, alam pun melebur pada diri setiap manusia, manusia menyatu dengan semesta dalam 'jeda setiap individu'. Hening, senyap, suci, kesemuanya mengajak kita untuk melakukan introspeksi personal," ujar dia.

Menurut dia, seandainya dapat direkomendasikan dalam forum ini, suatu kesepakatan kebudayaan mendukung gerakan satu menit hening dalam Hari Bumi. Makna pada Hari Bumi tersebut, dapatlah diperluas sebagaimana Hari Raya Nyepi. Dengan demikian, jeda individu, menjadi jeda kolektif, dan selanjutnya, menjadi jeda dunia.

"Dengan satu menit hening bagi seluruh umat manusia di dunia, setiap tahun, saya yakin kita bisa membuktikan, bahwa ternyata modernisasi tidak akan mampu menenggelamkan manusia. Kemajuan tekhnologi tidak akan sanggup menjadikan manusia menjadi mahluk mekanik yang teralienasi dan teratomisasi," paparnya.

Dia mengatakan akan menjadi cara menemukan ruang introspeksi untuk kembali pada jati diri sebagai manusia otentik. "Ini ruang untuk otokritik dari perjalanan hidup yang telah kita pilih. Akan terjadi satu menit perenungan dunia yang dilakukan seluruh warga bangsa hingga akhirnya dunia kembali pada pertanyaan yang sangat filosofis 'siapa kita', 'bagaimana bumi kita', 'hendak dibawa kemana planet bumi ini?," kata Megawati.

Menurut dia, bukan hal yang mustahil dengan satu menit hening untuk bumi dapat membawa harapan agar semua konflik dan pertentangan, termasuk penindasan, pemiskinan, kekerasan dengan alasan apa pun, termasuk juga peperangan dapat menemukan solusi yaitu berakhir dengan cara damai.

Ia juga meyakini hal tersebut dapat diwujudkan jika semua bersepakat untuk membangkitkan kebudayaan, berupa kehidupan kebudayaan yang berkepribadian, serta kokohnya identitas dan jati diri budaya setiap bangsa.

"Sekali lagi, saya tegaskan, jalan kebudayaan itulah yang harus kita pilih, untuk terciptanya sebuah tatanan dunia baru yang terbuka dan berkelanjutan. Suatu dunia yang sehat dan aman, suatu dunia yang setiap orang dapat hidup dalam suasana damai, suatu dunia tempat keadilan dan kemakmuran dapat dirasakan setiap orang, suatu dunia tempat kemanusiaan mendapatkan kejayaan yang penuh, yaitu dunia sebagai taman sari kebudayaan bangsa-bangsa," tuturnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement