REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja logistik nasional dinilai masih belum memuaskan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, hasil survei Bank Dunia atas logistic performance index menunjukkan Indonesia masih kalah dibanding negara-negara di Asia Tenggara. Indonesia menduduki peringkat ke-63 untuk indeks performa logistik nasional, lebih rendah dibanding Singapura di posisi kelima, Malaysia posisi ke-32, dan Thailand di posisi ke -45.
Sri menjelaskan, penilaian ini melihat lima aspek yakni ketersediaan infrastruktur, kepabeanan dan cukai, kualitas logistik dan konten, fasilitas pelacakan produk, dan pengapalan produk internasional. Indonesia dianggap masih kurang untuk dua komponen penilaian yakni infrastruktur logistik yang minim dan proses kepabeanan serta ketentuan niaga ekspor impor yang masih perlu diperbaiki.
Pemerintah, kata Sri ,menyiapkan instrumen fiskal untuk mendukung Indonesia sebagai hub logistik di Asia Pasifik termasuk dengan cara memperbaiki produktivitas, daya saing, dan efisiensi dalam proses logistik. Ia menjelaskan bahwa dalam mewujudkan perbaikan sistem logistik nasional, pemerintah menentukan sejumlah lokasi untuk mendirikan pusat logistik berikat (PLB), di samping juga menyempurnakan pelayanan di pusat logistik yang sudah ada. Perbaikan pusat logistik ini, kata dia, mengacu pada perbaikan infrastruktur, dan penggunaan dana dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta untuk membangun PLB.
Data dari Frost & Sullivan menyebutkan, industri logistik Indonesia diperkirakan akan berkembang 15,4 persen lebih tinggi pada 2020 mendatang. Sri menilai, hal yang mendorong pertumbuhan logistik di Indonesia termasuk aari sektor konektivitas perdagangan maritim yang semakin membaik dikarenakan lokasi geografis yang dimiliki. Kementerian Keuangan mencatat, hingga saat ini sudah ada 14 PLB yang melayani berbagai sektor seperti minyak dan gas bumi, pertambangan, perawatan pesawat terbang, otomotif, dan farmasi. Sementara 25 PLB lagi direncanakan akan dibangun dalam lima tahun ke depan.
"Tumbuhnya sentra-sentra industri dan logistik di seluruh Indonesia, jadi akan menciptakan pemakaian infrastruktur yang dibangun. Kami tidak ingin infrastruktur yang tidak tergunakan karena tidak ada aktivitas ekonomi di sekitarnya. Faktor ketiga transportasi mencukupi dan sarana logistik. Keempat air service rutin dan terjangkau, kelima inland access," kata Sri, Rabu (19/10).
Ia menambahkan, kebijakan fiskal yang dibuat pemerintah untuk memberikan insentif dipandang bisa memberikan fungsi strategis untuk memangkas rantai pasok serta mengurangi beban usaha. Sejumlah insentif yang diberikan bagi pengguna PLB di antaranya adalah pembebasan bea masuk atas fasilitas umum dan skema penyimpanan logistik yang memudahkan pelaku usaha. Penangguhan bea masuk ini, diharapkan bisa menarik minat pelaku usaha untuk memanfaatkan keberadaan PLB. Artinya, PLB dapat menyederhanakan kegiatan ekspor dan impor termasuk untuk kawasan berikat bagi industri galangan kapal, kereta api, pesawat, dan industri alat berat lainnya.
"Gudang berikat, kawasan berikat dan Kawasan Ekonomi Khusus. Tidak ada penumpukan barang di main port yang selama ini jadi unsur biaya ekonomi tinggi, bisa ciptakan new centers of economy, kurangi kesenjangan," katanya.