Kamis 20 Oct 2016 05:10 WIB

Pemerintah Diminta Selesaikan PP UU Jaminan Produk Halal

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
Logo halal Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Logo halal Majelis Ulama Indonesia (MUI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah gagal menerbitkan PP untuk UU Jaminan Produk Halal (JPH). Sejak diloloskan menjadi RUU JPH 19 September 2014, PP JPH belum diterbitkan sampai jatuh tempo, 17 Oktober 2016.

Wakil Ketua Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Osmena Gunawan, menekankan tanggung jawab yang dimiliki pemerintah. Tanggung jawab itu terkait Peraturan Pemerintah untuk UU JPH, yang sampai sekarang masih belum diterbitkan.

"Sudah diamanahkan kepada pemerintah, pemerintah harus bertanggung jawab menerbitkan itu," kata Osmena kepada Republika.co.id, Rabu (19/10).

Ia berpendapat, belum diterbitkannya peraturan pelaksana UU JPH sampai jatuh tempo, menunjukkan bahwa tidak mudah melakukan sebuah langkah di dalam sertifikasi halal. Menurut Osmena, belum diterbitkannya peraturan pelaksana jelas berefek ke belum bergeraknya UU Jaminan Produk Halal. Meski menyayangkan PP dari UU JPH yang belum juga diterbitkan. Namun, ia menekankan LPPOM MUI tetap tidak bisa mendesak pemerintah, untuk menerbitkan PP dari UU JPH.

"Kita tetap tidak bisa memaksa atau mendesak pemerintah," ujar Osmena.

Dia merasa PP untuk UU JPH itu memang bukan sesuatu yang mudah diterbitkan, karena salah satu langkah saja bisa jadi bumerang. Terlebih, saat ini sertifikasi halal di MUI sudah dilaksanakan lewat sistem daring (online), jadi akan menyulitkan pengusaha jika diubah. Tapi, ia mengingatkan kalau UU Jaminan Produk Halal memiliki tujuan untuk meringankan masyarakat mendapatkan produk halal. Karenanya, jangan sampai desakan untuk membuat PP untuk UU JPH membuat langkah-langkah yang salah, atau menghilangkan makna halal itu. 

Padahal, lanjut Osmena, perusahaan-perusahaan sudah diberikan kewajiban memiliki dan mengurus sertifikasi halal, terutama satu tahun terakhir. Namun, ia menekankan LPPOM MUI akan tetap berjalan seperti biasa terkait sertifikasi halal, tidak akan terpengaruh ada tidaknya PP dari UU JPH.

Osmena menambahkan, sertifikasi halal yang diterbitkan LPPPOM MUI juga telah digunakan banyak lapisan masyarakat, baiki produsen maupun konsumen. Karenanya, ia menegaskan proses sertifikasi yang dilakukan LPPPOM MUI tetap akan berjalan normal, baik untuk barang maupun jasa.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement