REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Perdana Menteri Irak Haider al-Abadi pada Sabtu (22/10) menegaskan kembali penolakannya atas keterlibatan Turki dalam operasi yang sedang berlangsung untuk merebut Mosul dari tangan kelompok ISIS.
Abadi menegaskan keterlibatan Turki tidak diinginkan setelah bertemu dengan Menteri Pertahanan Amerika Serikat Ashton Carter, yang tiba di Baghdad pada Sabtu untuk meninjau kemajuan operasi yang sudah berlangsung enam hari itu.
"Saya tahu Turki ingin berpartisipasi. Kami mengatakan kepada mereka 'terima kasih, ini sesuatu yang akan ditangani Irak dan Irak akan membebaskan Mosul'. Kami tidak ada masalah. Jika kami membutuhkan bantuan, kami akan memintanya dari Turki atau negara-negara lain di kawasan ini," kata Abadi.
Carter mengunjungi anggota NATO Turki pada Jumat dan menyatakan dia bisa melihat peran bagi Turki dalam operasi Mosul. Amerika Serikat merupakan pendukung utama Abadi dan operasi militer Irak untuk merebut kembali sejumlah besar wilayah yang jatuh ke tangan ISIS pada 2014.
Amerika Serikat memimpin koalisi 60 negara yang sudah melancarkan ribuan serangan udara yang menyasar ISIS, serta melatih ribuan pasukan Irak dan memberikan nasihat kepada mereka di lapangan. Turki memiliki pangkalan di Irak utara dan sebenarnya sudah turun tangan di wilayah utara negara itu tapi Abadi didesak untuk secara resmi menolak kehadiran Turki.
Komponen utama dari pemerintah di Baghdad menuduh Ankara bersekongkol dengan kelompok ISIS yang pernah menguasai lebih dari sepertiga wilayah Irak. Pada 17 Oktober, Abadi mengumumkan awal serangan besar untuk merebut kembali Mosul, kota kedua Irak yang menjadi benteng pertahanan ISIS.
Operasi militer besar Irak itu sangat rumit, melibatkan sejumlah besar kelompok etnis dan agama di bagian utara Irak, banyak di antaranya mendapat dukungan dari Turki dan Iran. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dengan jelas sudah menyatakan bahwa dia ingin pasukannya berperan aktif dalam serangan Mosul, demikian Antara News.