Rabu 26 Oct 2016 14:12 WIB

Pernikahan Dini di Sleman Meningkat

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Ani Nursalikah
Ilustrasi Pernikahan Dini
Foto: Republika/ Wihdan
Ilustrasi Pernikahan Dini

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Fenomena pernikahan dini di Kabupaten Sleman meningkat selama tiga tahun terakhir. Berdasarkan data PA setempat, jumlah pasangan menikah dini pada 2014 mencapai 109 kasus, 2015 sebanyak 132, dan pada 2016 sampai September mencapai 79 kasus.

Mulai Januari hingga September tahun ini, jumlah anak laki-laki lebih dari 15 tahun yang menikah dini mencapai 3,22 persen. Sedangkan bagi anak perempuan 62,5 persen. “Sesuai UU perkawinan nomor 1 tahun 1974 perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai usia 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai usia 16 tahun,” ujar Ketua Pengadilan Agama (PA) Sleman, Ahmad Mujahidin, Rabu (27/10).

Maka dari itu, seluruh pasangan yang menikah dini pasti mengajukan dispensasi pernikahan terlebih dulu. Pengajuan dispensasi sendiri disampaikan oleh orang tua mempelai. Hal ini dilakukan untuk menjamin kelangsungan pernikahan anak-anak mereka.

Pasalnya, menurut Mujahidin, pasangan yang menikah pada usia dini sangat rentan terhadap berbagai masalah. Di antaranya kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan penyakit reproduksi pada perempuan.

Mujahidin menjelaskan, prinsip pematangan calon mempelai dalam pernikahan sangat diperlukan, termasuk mematangkan sisi rohani dan jasmani. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi tujuan luhur dari perkawinan, yakni melanjutkan hidup dengan sejahtera dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.

“Oleh karena itu, sebenarnya perkawinan di bawah umur harus dicegah,” kata Mujahidin. Sebab pada kenyataannya pernikahan dini justeru sering dilatarbelakangi dan menyebabkan tragedi sosial.

Sementara itu, Pakar Kependudukan UGM, Susetiawan menyampaikan, Indonasia termasuk negara dengan persentase pernikahan usia muda tertinggi didunia. Bahkan saat ini Indonesia menempati peringkat ke-37 dalam kategori pernikahan di bawah umur.

“Di ASEAN kita tertinggi kedua setelah Kamboja,” ujar Susetiawan.

Ia menyampaikan hal tersebut sebagai sebuah ironi. Karena anak-anak  perempuan yang menikah muda sering menghadapi akibat buruk, seperti melahirkan dini, KDRT, gizi buruk, serta gangguan kesehatan seksual dan reproduksi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement